Lima Kata Untuk Literasi Negeri - Penggerak Literasi

Lima Kata Untuk Literasi Negeri

Mata saya dibuatnya terbelalak saat melihat-lihat postingan Instagram milik akun bernama Nyalanesia. Betapa tidak, informasi yang disuguhkan dalam feed IG tersebut bertabur program mengejutkan. Salah satu yang sangat seru adalah program Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB). Tak hanya para guru yang diajak untuk mengkampanyekannya, para pegiat literasi di seluruh Indonesia juga diberi kesempatan untuk membantu menggelorakan semangat program yahud tersebut. Tujuannya agar semangat baik membuat karya bisa tertular ke semua sekolah di Nusantara. Siswa menulis, guru menulis,  kepala sekolah menulis, dan pegiat literasi menulis.

Program besutan Nyalanesia ini sungguh cemerlang. Karena itu pulalah saya kepincut untuk mengikuti alur kegiatan yang sudah digariskannya. Tentu bukan karena kecemerlangan programnya saja. Ada lagi beberapa alasan lainnya yang  membuat bahwa gerakan ini patut digairahkan.

Faktor pertama adalah, Cinta. Ya, dunia literasi adalah belahan jiwa saya selama hidup di dunia.  Sejak mendirikan Taman Baca Masyarakat Kampung Buku di Cibubur, Jakarta Timur, saya tak pernah lepas dari kegiatan membaca dan menulis. Keduanya seolah berjalan bersama mulai dari tahun 2010, setidaknya hingga era pagebluk tiba. Dan, azam sudah ditorehkan untuk tetap  setia berdekatan dengan literasi hingga akhir hayat.

Kedua, Belajar.  Sesuatu yang baru akan selalu menarik untuk diulik. GSMB hadir memposisikan sebagai wadah melatih diri dalam berkomunikasi, dan  bernegoisasi saat terjun ke lapangan. Para KSPL (Kandidat Sosialisator Program Literasi) Nasional beranjangsana ke sekolah-sekolah melakukan agitasi positif kepada para pendidik untuk mengajak siswa menulis bersama.

Ketiga, Memberi. Tentu informasi yang sangat bagus mesti disampaikan kepada semua orang. Mengabarkan ihwal program GSMB ke sekolah-sekolah yang belum disentuh menjadi keasyikan tersendiri. Bahagia rasanya jika mendengar setiap guru memberi respon baik terhadap apa yang sedang saya sampaikan. Terlepas dari keikutsertaan mereka, beberapa sekolah dibuatnya terkejut dengan program dari Nyalanesia.

Keempat, Tersenyum. Tak kala saya mengunjungi sekolah ada suatu kebahagiaan tersendiri. Mulanya tak kenal sekarang bisa saling silaturahim. Sambutan hangat dari sebagian besar pihak sekolah membuat energi literasi bertambah. Belum lagi senyuman yang nampak dari guru-guru dan kepala sekolah di Ciracas, Jakarta Timur.

Kelima, Mencoba. Mulanya program GSMB menjadi tantangan tersendiri. Karena saya terbiasa menggiatkan literasi di masyarakat, belum masuk ke sekolah. Setelah dipertemukan Nyalanesia ada pilihan yang berkecambuk di dalam hati. Mungkin ini adalah jalan agar ada alasan saya bisa masuk ke sekolah. Kalau tidak mencoba, pasti saya tak akan ada resiko dan tak ada yang diperoleh. Karena itu, terjun megikuti alur program GSMB menjadi sebuah keniscayaan yang mesti dijalankan. Alhasil, dengan mencoba ada banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh. Bisa berkenalan dengan para pendidik, membuka  ruang literasi baru dan diberi kesempatan menjadi narasumber untuk berbagi.

Ini adalah beberapa kata yang saya rangkum buat Nyalanesia dan para pendidik serta pegiat literasi di Indonesia.

Cinta, belajar, memberi, tersenyum dan mencoba menjadi lima kata sakti untuk literasi negeri. (*)

Artikel Terkait