MENGGELIATKAN EKOSISTEM LITERASI SEKOLAH MENJADIKAN DIRI LEBIH BERMAKNA - Penggerak Literasi

MENGGELIATKAN EKOSISTEM LITERASI SEKOLAH MENJADIKAN DIRI LEBIH BERMAKNA

MENGGELIATKAN EKOSISTEM LITERASI SEKOLAH MENJADIKAN DIRI LEBIH BERMAKNA

Sahari Nor Wakhid

Bagaimana keadaan literasi sekolah sekarang ini? Pemerintah melalui Permendikbud No. 23 Tahun 2015 mengenai penumbuhan budi pekerti sudah mengamanatkan sekolah untuk dapat melakukan gerakan literasi, khususnya literasi dasar membaca dan menulis. Program yang diinisiasi ini disebut sebagai Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan literasi sekolah merupakan salah satu bentuk kesadaran pemerintah akan pentingnya membangun budaya literasi dalam dunia pendidikan supaya tercipta budaya membaca dan menulis di lingkungan sekolah sebagai upaya terwujudnya long life education.

Banyak di antara sekolah masih kebingungan dalam melakukan gerakan literasi. Membaca 15 menit sebelum dimulainya pembelajaran sudah banyak dilakukan. Pun dalam pembelajaran guru sudah menugaskan muridnya menulis. Apakah selesai begitu saja ketika kegiatan membaca dan menulis sudah dilakukan? Tentu diperlukan upaya khusus untuk memberikan tindak lanjut dari kedua kegiatan tersebut agar literasi dasar tidak hanya berhenti di situ saja.

Sementara itu, guru-guru di sekolah yang masih memiliki kemauan tetap melakukan literasi dasar, jumlahnya masih sedikit. Tidak hanya itu. Mungkin pertanyaan introspektifnya adalah seberapa besar manusia dewasa yang sudah bisa membaca dan menulis masih punya keinginan membaca dan menulis lagi? Padahal, tentu masih ingat, betapa susahnya ketika belajar membaca dan menulis di usia sekolah dulu. Jika manusia dewasa sebagai guru telah melupakan hal demikian, sungguh sangat disayangkan. Karena, siswa akan belajar dari gurunya. Ketika guru telah kehilangan kemauannya untuk memberikan contoh literasi dasar, dari siapa lagi siswa yang akan mengambil contoh?

Survei INAP (Indonesian National Assessment Programme) tahun 2016 menunjukkan kemampuan membaca masyarakat masih dibawah 50%. Ditambah lagi, ketersedian bacaan di Perpustakaan Nasional masih sangat minim dengan rasio 1 buku masih ditunggu 90 orang. Padahal, standar UNESCO mengharuskan minimal tiga buku baru untuk satu orang dalam satu tahun. Hal ini belum bisa terpenuhi. Karena itu, penting sekali kiranya menggeliatkan ekosistem literasi, khususnya literasi dasar membaca dan menulis.

Selain itu, pentingnya literasi dasar juga akan menguatkan perwujudan profil pelajar pancasila. Salah satu dimensi profil pelajar pancasila adalah bernalar kritis. Bagaimana mungkin mewujudkan murid bisa bernalar kritis sementara literasi dasarnya tidak diperhatikan? Dengan menguatkan literasi dasar terlebih dahulu, perwujudan murid bisa bernalar kritis bukanlah kemustahilan.

Sebagai guru bahasa Indonesia, saya sangat mendukung jika ada program di sekolah yang memfasilitasi geliatnya literasi bagi siswa. Sekolah dengan geliat ekosistem literasi yang baik, akan diteruskan siswa hingga ke lingkungan keluarga. Selanjutnya, geliat literasi ini akan berdampak pada masyarakat yang literat. Begitulah harapan ideal saya.

Untuk menuju hal tersebut, tentu sekolah perlu sebuah program literasi yang bisa memfasilitasi murid. Penelusuran saya sampai pada Nyalanesia yang memiliki program literasi yaitu GSMB (Gerakan Sekolah Menulis Buku) Nasional. Sebagai mantan kepala sekolah, saya pernah bermitra dengan Nyalanesia melalui GSMB. Kebermanfaatan tersebut sudah pernah saya rasakan bersama warga sekolah.

Lalu, bagaimana bisa mengajak sekolah-sekolah agar bisa bermitra dan mendaftar pada program GSMB, khususnya di Kabupaten Kutai Timur ini? Beranjak dari situlah, kemudian saya menemukan program Sosialisator Program Literasi (SPL) Nasional. Di tahun 2021, saya tidak lolos tahap 2 dan hanya sampai pada tahap 1, yaitu seleksi administrasi. Saya memang gagal, tapi bukan berarti saya harus berhenti.

Kini, di tahun 2022, saya ikut mendaftarkan diri lagi hingga sampai pada uji penerjunan 750 Kandidat Sosialisator Program Literasi (SPL) Nasional. Saya sangat bersyukur bisa berbagi cerita ke sekolah-sekolah, khususnya membagikan kebermanfaatan program Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) Nasional dari Nyalanesia. Saya hanya bersifat mengajak dan tidak bisa memaksakan sekolah untuk mendaftar. Keputusan akhir tetap ada pada pihak sekolah. Semestinya, program ini sangat cocok untuk menggeliatkan ekosistem literasi sekolah.

Minggu pertama, saya terbaring sakit tidak kuasa melakukan aktivitas. Sempat dalam hati berkeinginan menyerah dan mundur, tetapi naluri belum bisa berterima. Akhirnya, saya meminta pendapat beberapa rekan dan menguatkan saya kembali untuk bangkit melawan sakit. Saya melanjutkan dan memaksakan diri untuk mulai bergerilya.

Di sisi lain, uji penerjunan ini bersamaan dengan beragamnya aktivitas yang saya perankan. Selain mengajar, saya juga berperan sebagai pengajar praktik guru penggerak angkatan 5 yang masih berlangsung dan peserta pembelajaran berbasis TIK level 2 oleh Pusdatin Kemendikbudristek yang akhirnya tidak saya lanjutkan. Sebagaimana hidup adalah pilihan dan ada skala prioritas, saya melanjutkan uji penerjunan KSPL Nasional ini.

Pada hari ketiga uji penerjunan, saya menghadap kepala sekolah untuk meminta izin akan melakukan sosialisasi program literasi ke beberapa sekolah. Kepala sekolah sangat mendukung. Selanjutnya, saya menjalin kolaborasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur. Hal ini perlu saya lakukan mengingat sekolah jenjang SD dan SMP di bawah naungannya. Saya dipertemukan dengan Kepala Bidang Pendidikan Menengah yang akhirnya memberikan rekomendasi untuk saya melakukan sosialisasi pada jenjang SMP.

Sayangnya, saya tidak dipertemukan dengan kepala dinas yang dijabat oleh pelaksana tugas saat ini. Saya hanya dipertemukan dengan Kepala Bidang Pendidikan Dasar. Saya sempat berdiskusi mengenai pentingnya literasi dan program yang kiranya bisa membantu memfasilitasi sekolah. Tetapi, saya mendapat penolakan dengan alasan enggan membebani sekolah nantinya jika harus membayar biaya pendaftaran. Padahal, saya hanya membutuhkan dukungan agar bisa melakukan sosialisasi. Bukan dukungan untuk mewajibkan sekolah mengikuti program. Hal itu di luar kuasa saya.

Karena rekomendasi hanya pada jenjang SMP dan kebetulan saya banyak mengenal kepala sekolahnya, saya mulai melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah yang bisa saya jangkau. Selain itu, saya juga menjalin kolaborasi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kutai Timur, Forum MKKS, dan Forum MGMP Bahasa Indonesia. Walaupun semua pihak kolaborasi belum bisa menjadwalkan waktu untuk saya melakukan sosialisasi, setidaknya sudah ada pernyataan sikap turut mendukung atas upaya yang saya lakukan. Hal itu semakin menguatkan saya untuk melanjutkan langkah.

Penjelajahan ke sekolah, saya mulai pada hari ke-6 meskipun saya harus berjuang melawan dingin di perjalanan selama lebih kurang 5 jam karena masih demam. Saya menuju kecamatan tempat keluarga saya tinggal. Saat ini saya mengajar dan tinggal di kabupaten. Sekolah-sekolah di kabupaten sebagian besar masuk hanya 5 hari. Kesempatan ini saya manfaatkan menjangkau sekolah-sekolah di luar kabupaten.

Kabupaten Kutai Timur seluas Provinsi Jawa Barat. Pasti tidak bisa semua sekolah saya jangkau sehingga saya melakukan Google Meet dengan 2 sekolah, yaitu SMP Negeri 1 Karangan dan SMP Negeri 2 Teluk Pandan. Saya menjangkau secara langsung 14 sekolah lainnya dan melakukan sosialisasi. Dua di antaranya adalah jenjang SMA, yaitu SMA Negeri 2 Muara Wahau dan SMA Negeri 2 Sangatta Utara. Sebagian besar sekolah memberikan respons positif dan baru tahu nama Nyalanesia beserta program GSMB saat saya sosialisasi. Padahal, Nyalanesia sendiri sudah memasuki tahun ke-6. Di tahun 2021, berdasarkan amatan saya, sekolah-sekolah di Kabupaten Kutai Timur yang sudah bermitra dengan Nyalanesia melalui GSMB hanya 4 sekolah. Hal ini menjadi tambahan semangat saya untuk mengajak lebih banyak sekolah lagi.

Ada hal yang sangat berkesan ketika saya mendapatkan sambutan dari 3 sekolah yang luar biasa dengan seluruh gurunya terlibat dalam sosialisasi program literasi. Kepala sekolah menemani saya secara langsung dalam memberikan sosialisasi. Sekolah itu adalah SMP Negeri 3 Sangatta Utara, SMA Negeri 2 Sangatta Utara, dan SMP Negeri 1 Sangatta Selatan. Diskusi konstruktif terjalin interaktif mengenai pentingnya literasi berserta programnya di sekolah. Ibarat kata, gayung cepat bersambut.

Tibalah hari terakhir sosialisasi, yaitu tanggal 20 Agustus 2022. Bersyukur ada perpanjangan waktu menjadi 22 Agustus 2022. Saya memanfaatkannya dengan mengonfirmasi ulang penjadwalan dengan salah satu sekolah, yaitu SMP Budi Luhur Mandiri Sangatta Utara. Dengan bertambahnya sekolah tersebut sebagai sasaran saya sosialisasi, menjadi 17 sekolah yang sudah berhasil saya jangkau. Masih ada 2 sekolah yang tidak dapat menjadwalkan saya sosialisasi karena padatnya kegiatan sekolah. Setelah berakhir sosialisasi, saya mendata guru koordinator dan memasukkan dalam Whatsapp grup yang saya beri nama ‘Pejuang Literasi Sekolah’. Hal ini untuk memudahkan saya dalam berkoordinasi selanjutnya.

Terlepas apakah saya nanti lolos atau tidak sebagai 100 SPL Nasional, setidaknya saya sudah merasakan diri ini bisa lebih bermakna. Bisa berbagi dan bermanfaat bagi orang lain, khususnya memberikan gambaran pentingnya program literasi di sekolah sebagai tempat terselenggaranya pendidikan. Tentunya jika boleh berharap, ketika saya diberikan kesempatan lolos menjadi 100 SPL Nasional, kebermanfaatan ini akan terus berlanjut pada lebih banyak sekolah lagi.

BIODATA PENULIS

Saya, Sahari Nor Wakhid, guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 5 Sangatta Utara, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Dunia literasi saya tekuni dengan berteater, menulis, dan videografi. Puluhan naskah drama dan pementasan sudah saya lakukan. Dua buku tunggal dan belasan buku antologi bersama juga sudah saya terbitkan. Video praktik terbaik saya pernah mendapatkan nominasi finalis pada kategori Kepala SMP Inspiratif dalam rangka Hari Guru Nasional oleh Kemendikbudristek tahun 2021. Inovasi di bidang literasi juga mengantarkan saya menjadi Juara 2 Teacher Literacy Award Nasional oleh Nyalanesia tahun 2022. Saya dapat dihubungi di Facebook: Sahari Nor Wakhid dan Instagram: @saharienwe.

Artikel Terkait