Menggemakan Literasi: Menembus Batas Negeri - Penggerak Literasi

Menggemakan Literasi: Menembus Batas Negeri

Menggemakan Literasi: Menembus Batas Negeri

Oleh: Ulfah Irani Z

Apa yang terlintas dalam pikiran kita saat mendengar atau membaca kata ‘literasi’? Mungkin kita akan mengkaitkannya dengan aktivitas membaca, menulis, berhitung, berkomunikasi, memahami, maupun memecahkan masalah. Atau ada yang lain? Mungkin saja Saya, Anda, maupun individu lainnya memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memaknai kata literasi. Seringnya kita memaknai literasi hanya sebatas aktivitas semata. Jika kita menganalogikan literasi sebagai sesiung bawang merah maka posisi literasi di Indonesia berada di lapisan luar bawang. Padahal idealnya, literasi sebagai modal dasar kemajuan peradaban suatu bangsa harus berada di lapisan dalam bawang di mana literasi telah mendarah daging, membudaya dan mampu menumbuhkan kesadaran diri dan masyarakat agar melek literasi.

Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia berada pada posisi ke 62 dari 70 negara di dunia, dengan kata lain Indonesia berada pada sepuluh negara terbawah dengan tingkat literasi yang masih sangat rendah.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memegang peran strategis dalam meningkatkan kemampuan literasi generasi unggul Indonesia masa depan. Sekolah dewasa ini sedang gencarnya menggalakkan berbagai program literasi guna mengejar ketertinggalan kompetensi peserta didik. Namun, dalam praktiknya, banyak sekolah mengeluhkan kurangnya bahan bacaan dan pendampingan terhadap praktik literasi menjadi salah satu kendala dalam menggiatkan literasi di sekolah maupun masyarakat.

Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) Nasional dapat menjadi salah satu solusi untuk memperbanyak bahan bacaan di sekolah dan meningkatkan praktik literasi di sekolah. Hal tersebutlah yang menggerakkan saya mengambil peran sebagai seorang KSPL dalam program GSMB ini Hal tersebut tak terlepas dari suatu semangat untuk berkontribusi aktif meningkatkan literasi generasi muda Indonesia, dan Aceh khususnya. Ada pengalaman yang mengusik relung hati saya sebagai pribadi untuk berbuat sesuatu demi meningkatkankan kualitas pendidikan Aceh tercinta. Daripada terus menjadi penonton dan komentator terhadap kemerosotan pendidikan, saya memilih melakukan aksi walau hanya dalam bentuk kontribusi kecil. Betapa miris, saat saya menonton sebuah video di mana siswa di daerah terpencil, pulau pedalaman Aceh Besar yang kesulitan akses untuk bersekolah harus pulang karena tidak ada guru yang berhadir di sekolah. Bayangkan di negeri yang telah merdeka 77 tahun ini, masih ada generasi bangsa yang belum merdeka.

Oleh karena itu, selama proses sosialisasi GSMB ini saya berupaya merangkul dan menyebarkan gema Gerakan Sekolah Menulis Buku mulai dari daerah terdepan hingga terpencil Aceh Besar. Harapan saya tidak muluk-muluk, setidaknya tersiar informasi bahwa ada gerakan untuk meningkatkan literasi dari Nyalanesia, sehingga dapat memupuk semangat komponen internal sekolah untuk berliterasi.

Perjalanan saya sebagai seorang KSLP tentunya tidak semudah yang dibayangkan. Sepanjang perjalanan, banyak pengalaman yang menginspirasi dan berbagai rintangan yang saya hadapi selama menjadi KSPL. Saya berkunjung secara langsung dari satu sekolah ke sekolah lainnya, terkadang hujan dan matahari yang terik silih berganti, juga penolakan dari beberapa sekolah, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat saya. Untuk menjangkau sekolah yang jauh dan berada di daerah terpencil, saya melakukan komunikasi via WhatApp dengan guru maupun kepala sekolah.

Banyak pembelajaran yang saya temui saat melakukan komunikasi dengan berbagai pihak seperti: bagaimana kita harus bersikap, menghargai. memotivasi orang lain, dan mengelola emosi. Saya banyak belajar dan memperoleh pembelajaran menginspirasi selama melakukan kunjungan di beberapa sekolah seperti berbagai program-program literasi sekolah, komitmen dan kepemimpinan kepala sekolah dalam menggalakkan dan berbagi praktik baik literasi sekolah.

Akhirnya, saya mengutip sebuah kata bijak dari Lanang Manggala, yaitu,“Cara terbaik untuk meningkatkan kualitas karakter, kompetensi, dan kesejahteraan hidup seseorang adalah dengan menanamkan budaya literasi (membaca-berpikir-menulis-berkreasi). Cara terbaik untuk menanamkan budaya literasi yang kuat pada seseorang adalah dengan menjadikannya sebagai seorang penulis. karena setiap penulis, secara otomatis akan melewati tahapan membaca, berpikir, dan tentu saja menulis serta berkreasi.” Salam, nyalakan masa depan.

Saya Ulfah Irani Z, S.Pd., M.Pd., merupakan seorang pegiat literasi, dosen dan fasilitator Sekolah Penggerak. Penulis dapat dihubungi lewat akun Instagram @airoryu.

Artikel Terkait