Menjadi salah satu Kandidat Sosialisator Penggerak Literasi/KSPL adalah suatu kesempatan besar karena bisa ikut serta membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang semakin maju di bidang literasi. Setelah menyelesaikan beberapa tahap seleksi sebagai Sosialisator Penggerak Literasi 2021 pada program Gerakan Sekolah Menulis Buku yang diadakan oleh Nyalanesia, akhirnya tibalah di tahap terakhir “Uji Penerjunan” yaitu mencari sekolah yang memiliki keinginan mengembangkan literasinya dengan cara mengikuti program menulis buku.
Agendaku hari ini adalah berkunjung ke Dinas Arsip dan Perpustakaan serta Cabang Dinas Pendidikan Propinsi, untuk berkolaborasi meminta surat rekomendasi. Pagi yang cerah dengan semangat baru dan pengetahuan baru. Brand new day, efek positif setelah selama tiga hari mengikuti workshop dan pembekalan materi uji penerjunan KSPL. Berharap penuh mulai hari ini bisa menularkan lebih banyak energi positif untuk dunia literasi di daerahku. Alhamdulillah kunjungan perdanaku langsung diterima oleh Pak Kadis, beliau menyambut baik program ini. Kunjungan berakhir dengan hati berbunga mengantongi surat rekomendasi.
Kulirik jam tanganku, “Ah, masih jam 09.00. Masih banyak waktu melanjutkan perjalanan mengunjungi Cabang Dinas Pendidikan Propinsi,” gumamku.
“Sudah selesaikah?” tanya sahabatku membuyarkan lamunan.
“Sudah, ayo kita lanjutkan, perjuangan masih panjang,” jawabku sambil tersenyum.
Beruntung aku memiliki sahabat yang selalu setia menemani ke mana aku pergi. Kami dua sahabat memiliki visi dan misi yang sama, berjuang mengembangkan literasi sekolah.
Setelah sampai di sana tak semulus yang dibayangkan. Ibu Kepala Cabang Dinas (Ibu KaCa) tidak ada di tempat, kami diterima Pak Yogi sebagai staf bidang humas. Aku bercerita panjang lebar tentang program ini, kukira akan segera dibuatkan surat rekomendasinya, ternyata tidak. Aku harus menunggu Ibu KaCa sampai beliau datang ke kantor dinas kembali. Satu, dua, tiga, empat… ya hampir 4 jam berlalu, tak ada tanda-tanda beliau datang kembali, rasa kecewa mulai muncul.
”Pak, sebenarnya beliau mau datang atau tidak?” tanyaku kemudian.
“Oh iya Bu, baru saja ditelepon, beliau tidak akan kembali lagi ke sini,” ujarnya lagi.
“Besok, Ibu datang lagi atau nanti saya kabari kembali,” katanya tanpa beban.
Aku ingin marah, tetapi mau bagaimana lagi? Padahal perjalanan ke sana memerlukan waktu yang cukup lama. Sahabatku segera menenangkan. “Ya sudahlah, kita pulang. Besok kita balik lagi sini!” ajak Dion sahabatku. Akhirnya aku pulang dengan tangan hampa. Tak lupa kutinggalkan berkasnya. Sesuai agenda semula, hari ini kolaborasi dengan dua dinas itu harusnya selesai. Selanjutnya tinggal sosialisasi ke setiap sekolah karena besoknya aku harus berangkat ke Yogjakarta, menunaikan tugas sekolah. Ternyata tidak seperti yang direncanakan. “Bagaimana besoklah, semoga ada solusinya,” pikirku.
Keesokan harinya, saat aku sedang istirahat, tiba-tiba telepon selulerku berdering. Alhamdulillah dari Pak Yogi, semoga ada kabar baik. “Ibu Kepala Cabang sudah membaca seluruh berkas, pada dasarnya beliau setuju dengan program tersebut, tetapi karena satu dan lain hal beliau dengan berat hati tidak memberikan surat rekomendasi,” ujar Pak Yogi. Deg… ulu hatiku sakit bagai ditonjok. “Lho, kenapa kok begitu?” kataku geram. “Baiknya sesudah pulang dari Jogja ibu kembali ke sini menemui beliau,” ujarnya lagi. “Oh begitu ya, baiklah, terima kasih,” balasku sedikit dongkol.
Berputar otakku,”Seberapa pentingkah surat rekomendasi bagi sosialisasi ini? Apakah aku harus menyerah dengan keadaan begini? Atau kutemui lagi Ibu Kepala Cabangnya? Kalau kutemui akankah mengubah segalanya? Hmm… belum apa-apa semangatku sudah diuji. Namun aku berpikir kembali dan setelah memutar otak cukup lama, aku berinisiatif mau menemui beliau kembali, untuk mengetahui alasannya mengapa beliau tidak mau memberikan surat rekomendasi itu. Aku akan persiapkan kembali apa yang harus kulakukan selain memberikan pemahaman tentang program ini sejelas-jelasnya tidak lupa akan kubawa produk siswaku di sekolah.”Semoga luluh hatinya,”gumanku penuh harap.
Sepulangnya dari Jogjakarta aku mengabari Pak Yogi, bahwa aku akan menemui Ibu Kepala Cabang. Tapi ternyata jawabannya, ”Tak perlu ke sini, Bu. Kami yang akan ke Sumedang, karena kebetulan ada acara pembagian blanko ijazah,” kata Pak Yogi. Sebuah harapan tertanam di hati, ”Alhamdulillah, aku tak perlu jauh-jauh ke sana, semoga ini akhir yang baik,”.
Keesokan harinya dengan semangat dan penuh harap aku pergi menemui Ibu Kepala Cabang, tak lupa membawa produk makanan hasil karya siswa. Dan ternyata apa yang terjadi, beliau tidak ada. Pak Yogi meminta maaf, bahwa beliau tetap tidak memberikan surat rekomendasi itu. Betapa kecewanya aku, ternyata untuk meraih sebuah kesuksesan tidaklah mudah, butuh banyak pengorbanan: waktu, tenaga dan pikiran. Tapi semangatku tidak meredup, semangatku tetap menyala. Apalah artinya selembar surat rekomendasi bagiku. Ada atau pun tidak ada, aku akan tetap melangkah dengan pasti menebar energi positif ke setiap sekolah, sehingga kelak literasi dan pendidikan di daerahku semakin maju. Bangga rasanya, aku menjadi bagian dari program Gerakan Sekolah Menulis Buku. Terima kasih Nyalanesia yang telah memberikan kesempatan kepadaku untuk ikut serta memajukan dunia literasi di daerah yang kucintai.
Sumedang, 27 Juni 2021