Moment launching buku karya para siswa selalu menorehkan kebahagiaan di hati saya. Melihat siswa menggenggam buku hasil karyanya, adalah sebuah kebahagiaan yang tak bisa diungkap dengan kata. Segala kelelahan yang teramu dalam perjuangan “membidani” karya-karya anak bangsa tersebut menguap tuntas tatkala melihat tulisan karya mereka telah menjelma menjadi sebuah buku.
Masih teringat jelas dalam ingatan ketika pada pertengahan Juli 2020 saya terpilih dan bergabung dengan sebuah gerakan literasi nasional, Gerakan Menulis Buku Indonesia (GMB-Indonesia) yang sekarang telah berganti nama menjadi Nyalanesia setelah melalui serangkaian tahapan uji dan penilaian. Bersama dengan 41 pegiat literasi terpilih dari seluruh Indonesia waktu itu, saya turut ambil bagian untuk membumikan dan mengampanyekan gerakan literasi khususnya di daerah sendiri. Alhamdulillah, tahun 2021 ini merupakan tahun kedua saya diberi kepercayaan kembali sebagai Sosialisator Program Literasi Nasional, bersama 88 orang penggerak literasi terpilih dari seluruh tanah air.
Saya berasal dari Kabupaten Bireuen, Aceh. Di kabupaten inilah saya dilahirkan dan dibesarkan, hingga menjadi daerah domisili sampai saat ini. Sebagai SPL Nasional Nyalanesia, saya diberikan amanah untuk melakukan pengabdian di Bireuen. Kesempatan ini adalah gerbang awal bagi saya untuk menunjukkan dan menjalankan komitmen yang sudah saya teguhkan dalam hati, yakni ingin berbuat sesuatu untuk kemajuan literasi khususnya di daerah kelahiran saya,Besar harapan saya agar mampu menjadi penggerak literasi yang dapat berkontribusi terhadap kemajuan literasi di Bireuen. Sebagai putra daerah, wajar kiranya jika saya memiliki hubungan emosionil dan panggilan hati yang kuat untuk daerah yang berjuluk kota juang tersebut.
Saya berpegang pada sebuah keyakinan bahwa literasi adalah ruh pendidikan. Pendidikan tak akan maju jika literasi tak hidup di dalamnya. Budaya literasi mesti ditumbuh kembangkan terutama di kalangan pelajar, karena mereka adalah generasi penerus yang kelak akan melanjutkan estafet kehidupan di masa depan. Berpijak dari pandangan inilah, saya mulai mengayun langkah dan berbuat tentang bagaimana memotivasi dan menggugah kesadaran literasi di kalangan siswa. Adalah sebuah tantangan bagi saya sekaligus tanggung jawab moral untuk menyuarakan semangat berliterasi dalam kehidupan khususnya di lingkungan sekolah. Mengapa sekolah? Karena disinilah wadah pendidikan formal dilangsungkan., dan tempatnya para insan didik mendapatkan akses pendidikan. Dengan masih rendahnya minat literasi, tentu butuh proses yang disertai dengan komitmen, ketulusan dan semangat tak mudah menyerah.
Sekolah yang saya jadikan pijakan pertama untuk mengawali kerja mulia ini adalah madrasah tempat saya mengabdi sehari-hari sebagai guru honorer sejak 11 tahun yang lalu. Sebuah madrasah swasta sederhana yang terletak di kawasan pedesaan Kecamatan Juli yaitu Desa Juli Mee Teungoh. Madrasah ini tidak memiliki banyak siswa, hanya sekitar 75 orang yang terdiri dari kelas 1 sampai 3. Hampir semua siswanya berasal dari keluarga ekonomi rendah dengan latar belakang orang tua berpendidikan rendah pula. Tapi kondisi ini tidak melemahkan semangat saya dalam memotivasi mereka untuk terus maju dan meraih prestasi, tak terkecuali menggugah dan merangsang minat literasi. Saya mengajak anak didik untuk rajin membaca dan menghasilkan karya tulis. Bahkan untuk menyisiati minimnya buku di perpustakaan madrasah, saya mengupayakan kerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bireuen dalam bentuk kunjungan mobil perpustakaan keliling ke madrasah kami agar bisa diakses oleh siswa.
Dalam pelaksanaanya, program literasi sekolah ikut terkendala oleh pandemi covid -19 yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi tidak normal. Untuk memacu semangat siswa didik, selalu saya suntik dengan motivasi bahwa pandemi telah melumpuhkan pendidikan, tetapi pandemi tidak boleh melumpuhkan kreatifitas dan semangat berkarya. Saya ajak mereka untuk menghasilkan karya tulis berupa puisi dan akan membukukan karya tersebut menjadi antologi bersama melalui Program GSMB Nasional. Tidak mudah memang. Apalagi melakukan suatu hal baru yang belum pernah dilakukan, yakni menulis buku. Akan tetapi saya terus menyemangati siswa agar tidak berhenti di tengah jalan.
Hasilnya, banyak puisi berhasil ditulis oleh para siswa. Saya hargai setiap tulisan mereka meskipun belum semuanya layak disebut sebagai tulisan yang bagus, karena target awal saya bukanlah pada kualitas tulisan, melainkan tumbuhnya motivasi menulis dalam diri mereka. Mereka mau menulis saja sudah patut diapresiasi dan diacungi jempol, mengingat budaya menulis di kalangan siswa pada umumnya masih tergolong rendah dan sepi peminat.
Berkat latihan terus menerus, akhirnya siswa mulai mampu menulis dan menyampaikan ide dengan tulisan dan bahasa yang bagus. Beragam ide dan tema tertuang dalam puisi-puisi yang mereka tulis. Hasil tersebut semakin menumbuhkan rasa percaya diri pada diri mereka. Dalam waktu satu bulan sudah terkumpul ratusan puisi. Tibalah waktunya untuk menyeleksi puisi terbaik untuk dibukukan sebagai antologi siswa Madrasah Tsanawiyah Swasta Juli.
Bagaikan mimpi rasanya ketika buku antologi karya siswa dengan proses yang tidak mudah itu telah terbit. Sesuatu yang sempat dirasa mustahil itu akhirnya menjelma menjadi kenyataan yang amat membahagiakan. Kebahagian semakin membuncah, ketika digelar launching buku secara sederhana di halaman madrasah yang turut dihadiri oleh orang tua siswa. Sebuah keharuan bagi saya melihat rona bahagia tergambar jelas di wajah siswa penulis dan orang tua yang mendampinginya sembari menggenggam erat buku karya mereka. Pencapaian ini semakin menunjukkan bukti bahwa sekolah di desa dengan segala keterbatasannya bukanlah penghalang untuk berkarya dan menembus batas dalam berkreatifitas. Komitmen, semangat, dan usaha sungguh – sungguh adalah tangga untuk mewujudkan keberhasilan. Berlatar pegunungan desa yang menyejukkan mata, acara launching buku “Asa Anak Negeri” berlangsung dengan amat berkesan. Kebahagiaan tergambar jelas pada wajah guru, siswa dan orang tua mereka atas pencapaian yang telah diraih. Harapannya semoga nyala literasi terus bergelora dan akan lahir buku – buku berikutnya dari tangan para anak negeri.
Bireuen, 12 Agustus 2021
Dewi Sofiana, SP
SPL Nasional Nyalanesia