Hari ini banyak sekali pekerjaan tapi begitu mengigat Aceh Barat Daya harus terdaftar di kompetisi Nasional, saya harus menyisihkan waktu untuk itu. Sebagai orang yang tidak lagi bertugas di sekolah, menyediakan waktu antara sosialisasi dan tetap bekerja sungguh suatu hal yang berat.
Sejak turun sosialisasi tanggal 26 Juli 2021 sebagai SPL, macam-macam tanggapan dari sekolah. Mulai dari sangat antusias sampai yang jelas-jelas menolak.
Menariknya, ada beberapa sekolah di kabupaten Aceh Barat Daya itu bersaing.
“Kalau sekolah A sudah daftar tolong kabari bapak ya. Terutama dananya bagaimana, bapak juga mau tapi harus sekolah A sudah daftar” kata Kepala Sekolah B.
Hal ini membuat saya menyadari sungguh belum mudah mendapatkan satu sekolah yang bayar dan mendaftar. Lantas, apakah saya menyerah? Belum, tentu saja. Saya berfikir bahwa amat rugi jika saya menyerah. Program ini biaya murah dan sangat bagus untuk pengembangan sekolah.
Semua sekolah yang saya datangi, rata-rata di dana. Begitu antusias dengan program ketika disebutkan dana, mundur teratur. Bahkan ada yang bilang :
“Kalau memang peduli dengan literasi dan bakat anak negeri kenapa tidak seleksi saja anak-anak yang karyanya bagus terus kalian sediakan fasilitas percetakan untuk seluruh Indonesia dalam satu karya. Bukannya menyiksa sekolah dengan dana yang diminta, sebetulnya itu marketing juga, jualan tapi caranya lebih elegan”
Tertohok? Tentu saja. Waktu itu, saya kehilangan kata-kata, mau berkata apalagi? Yah, sebaiknya memang jika tidak bergabung ya tidak masalah. Tapi, apa harus dikata-katain?
Begitulah, jadi SPL bukan hal mudah, selain membagi waktu untuk turun ke sekolah, tidak bertemu kepala sekolah, tidak diterima, dan lain sebagainya sungguh menguras hati. Namun, sejauh ini belum menyerah. Masih semangat! Semoga ini jadi salah satu tempat belajar.