LIKA LIKU PERJALANAN DALAM MENYALAKAN LENTERA LITERASI
Rendahnya minat baca tulis pelajar di Indonesia menjadikan kita berada di posisi ke 62 dari 70 negara pada tingkatan literasi, atau berada pada posisi ke 10 negara terbawah. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, di antaranya; kurangnya dukungan atau keterlibatan keluarga dalam membangun budaya membaca di rumah sehingga anak-anak tidak terbiasa menjadikan buku sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi. Selanjutnya, akses buku yang berkualitas dan memadai belum merata di sejumlah daerah. Anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan referensi buku yang beragam dan sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikan mereka. Serta minimnya pengetahuan mereka terhadap budaya literasi tersebut. Peran pemerintah dinilai belum mampu mengembangkan program literasi sehingga pengetahuan masyarakat terhadap pengembangan dan budaya literasi masih sangat minim. Perlunya sosialisasi yang intensif kepada pemegang kepentingan dalam mendukung budaya literasi ini terutama dalam meningkatkan semangat kolaborasi untuk mengembangkan budaya literasi, baik di sekolah maupun masyarakat. Hal ini menjadi PR kita bersama bagaimana alternatif solusi yang diberikan dalam meningkatkan minat baca tulis di Indonesia, terkhususnya di Provinsi Bangka Belitung, yakni melalui Program Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional dari Nyalanesia.
Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional (GSMB Nasional) adalah sebuah program pengembangan literasi sekolah, yang memfasilitasi seluruh siswa dan guru dalam menulis buku. Program ini mendorong gerakan literasi di seluruh Indonesia, sekaligus wahana untuk mengakselerasi kualitas budaya literasi. Melalui program ini membuat saya terpanggil untuk ikut berperan aktif dalam mensukseskan dan menyalakan budaya literasi di propinsi saya. Saya yakin Nyalanesia dapat memfasilitasi sekolah-sekolah di Bangka Belitung dalam berkarya untuk menghasilkan buku-buku yang berkualitas, hal ini menjadi indikator dalam keberhasilan literasi di Bangka Belitung terkhusus dalam mendukung Program PISA kedepannya. Saya sangat berharap Babel bisa menjadi provinsi yang memiliki kemampuan literasi yang baik. Sehingga selayaknya pula pemerintah daerah bisa mengulurkan tangannya saling bahu membahu dalam menyukseskan literasi di Bangka Belitung.
Hari ini adalah pengalaman pertama saya terjun sebagai KSPL Nasional, saya sudah siap mengayuhkan kaki saya menuju sekolah di mana saya mengajar, beberapa agenda sudah tercatat rapi di buku harian saya, dimulai dari menyelesaikan tugas utama saya di sekolah, yakni mengawas ujian kenaikan kelas sampai dengan pukul 10.45 untuk sesi pertama, dilanjutkan sesi kedua pada pukul 13.00. Di sela waktu yang mengimpit jadwal tersebut, saya berencana untuk meminta izin atasan dan juga Wakil Kurikulum untuk melakukan sosialisasi di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pangkalpinang dan Kembali sebelum pukul 13.00. Dengan semangat 45 saya berangkat ke salah satu SMP favorit di Pangkalpinang, sembari membawa beberapa berkas penerjunan KSPL Nasional 2021 seperti surat tugas, buku panduan, buku juknis, surat undangan kepada Kepala Sekolah serta kartu pengenal yang sudah tergantung di leher saya. Sesampainya di sekolah tersebut, penjaga sekolah mengatakan jika kepala sekolah, guru dan staf tata usaha sedang mengadakan rapat. Saya berpikir sejenak, mau cabut apa menunggu. Akhirnya saya putuskan untuk menungg. Selang 30 menit kemudian, seorang guru menyapa saya dan menanyakan keperluan apa datang ke sekolah tersebut. Kemudian saya menjelaskan tujuan dan kepentingan saya. Melihat dari ekspresi mimik mukanya, beliau sepertinya antusias dan senang mendengarkan program yang saya sampaikan. Beliau meminta izin untuk menyampaikan hal tersebut kepada kepala sekolah. Awal yang baik, dalam batin saya. Saya semakin bersemangat untuk berpindah segera ke target berikutnya. Sesampainya ditarget ke dua, aura ketidaknyamanan saya rasakan, sambutan seorang Wakil Kurikulum begitu dingin, tidak ada senyuman yang diberikan. Saya merasa ada yang salah dengan kehadiran saya.
Kemudian saya mencoba memecahkan suasana yang tidak enak ini dengan bertanya tentang lingkungan sekolah yang asri terlihat. “Wah sekolahnya sejuk ya Pak, walau udah siang di sini masih terasa adem, pepohonannya tertata rapi begitu juga bunga-bunganya tampak indah sekali, pasti semua ini ada campur tangan Bapak ya menatanya?” Bapak tersebut terlihat senang dan sedikit tersenyum.
Dalam hati saya berkata “Alhamdulillah udah bisa senyum walau sedikit.” Setidaknya saya sudah mencoba untuk mencairkan suasana. Kemudian, saya melanjutkan pembicaraan saya dan mengutarakan maksud tujuan saya. Selesai dari penjelasan saya, Bapak tersebut mengajukan beberapa pertanyaan yang mengarah kepada proses pembiayaan. Saya mencoba jelaskan bagaimana pembiayaan yang akan dibayar. Nampak ketidaknyamanan yang terlihat dari kerutan di jidatnya sembari menepuk kepalanya. “Wah ada biaya ini yang membuat kami merasa berat Bu,” timbal Bapak tersebut.
Saya mencoba untuk meyakinkan beliau untuk biaya tersebut sangat terjangkau ditambah lagi fasilitas yang didapatkan nantinya. Kemudian Bapak tersebut berjanji akan menghubungi saya kembali setelah berdiskusi dengan Kepala Sekolah dan Tim Literasi Sekolah. Saya pun pamit. Saya pun melihat jam tangan yang melingkar di tangan saya sudah hampir mendekati pukul 13.00. Saya bergegas ke skolah karena jadwal mengawas sesi ke dua akan dimulai. Hari pertama bertugas di sela-sela kegiatan ujian kenaikan kelas saya bisa menjalankan tugas saya sebagai Kandidat Sosialisator Penggerak Literasi Nasional. Saya masih yakin dan percaya saya bisa menjalankan tugas ini dengan baik. Pengalaman hari ini menjadi pelajaran berharga bagi saya. Saya banyak belajar bagaimana cara beradab dengan baik agar bisa disambut dengan baik. Akhirnya saya membuat strategi untuk kunjungan selanjutnya.
Sorenya di waktu yang senggang, saya membuat catatan untuk kunjungan ke sekolah-sekolah yang akan saya datangi. Saya mencoba menghubungi teman-teman yang saya kenal untuk menyakan program literasi di sekolahnya dan secara tidak langsung menanyakan Tim Penggerak Literasi Sekolah tersebut dan hasilnya saya bisa mendapatkan nomor telepon yang saya inginkan. Hal ini sudah sangat membuat saya senang karena akan mempermudah tugas saya untuk kunjungan di hari berikutnya.
Hari kedua di sela rutinitas saya di sekolah, saya mencoba untuk membagi tugas saya sebagai pengawas dan Kandidat SPL Nasional untuk melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah di Pangkalpinang. Hari ini saya tertuju pada tiga Sekolah Menengah Atas (SMA). Berbekal komunikasi awal lewat pesan WhatsApp, saya disambut baik oleh pihak sekolah, Kepala Sekolah dan Tim Literasi Sekolah yang sudah menunggu kedatangan saya. Betapa bahagianya, merasa seperti orang penting. Kemudian saya diarahkan menuju ke ruang pertemuan dan langsung memberikan sosialisasi kepada salah seorang perwakilan sekolah dan Tim Literasi Sekolah. Akhir dari sosialisasi ini sekolah sangat antusias untuk mengikuti program GSMB Nasional ini dan siap untuk mendaftar. Saya merasa puas untuk kinerja hari ini, dan merasa sangat antusias untuk sosialisasi ke sekolah selanjutnya.
Selanjutnya saya bergegas ke sasaran sekolah selanjutnya, berada di bagian ujung selatan Pangkalpinang, saya sedikit gugup dan takut karena mendengar sepak terjang dari kepala sekolahnya yang agak galak dan tegas. Sesampainya di sana saya diantar menuju ruang Kepala Sekolah dan menjelaskan program yang akan saya sampaikan. Ada beberapa argumen yang terjadi di antara saya dan kepala sekolah terutama masalah anggaran yang akan digunakan. Karena beberapa alasan dana BOS sudah banyak dipangkas oleh pemerintah. Selanjutnya, saya diberikan kesempatan untuk sosialiasasi kepada Tim Literasi Sekolah, selesai melaksanakan sosialisasi, Tim literasi memberikan tanggapan, mereka akan ikut jika siswa mau. Mereka masih ragu dengan antusias siswa dikarenakan masa pandemi ini susah untuk mengumpulkan siswa. Saya langsung memberikan saran untuk masalah tersebut, misalnya dengan menggunakan aplikasi Zoom, Google Meet dll. hanya untuk mengoordinir pertemuan dengan siswa. Jadi kesimpulan yang saya dapat dari sekolah ini adalah keberatan kepala sekolah terhadap dana dan susahnya tim literasi dalam mengkoordinir siswanya. Namun saya berharap semuanya bisa terlaksana dengan baik.
Hari berikutnya, sesuai dengan jadwal yang sudah saya buat sebelumnya, sosialisasi selanjutnya dengan mengudara di RRI Sungailiat, waktu tempuh sampai kesana 45 menit dari Pangkalpinang, sedikit gugup dan canggung dikarenakan ini pertama kalinya saya mengudara di radio dan menjadi tamu di program ini. Namun setelah mendapatkan arahan dari Host saya bisa paham apa yang bisa saya lakukan. Ternyata sangat menyenangkan sekali, saya bisa berbagi dan mensosialisasikan langsung program ini ke seluruh masyarakat Bangka Belitung. Hal ini menjadi pengalaman terbaik yang pernah saya rasakan.
Sesampai di sekolah, saya dan tim literasi sekolah bergegas menuju ruang pertemuan atas, siang ini adalah jadwal saya sosialisasi ke siswa-siswa sekolah saya. Mereka terlihat antusias mendengarkan program yang saya sampaikan. Siswa-siswa ini adalah anak-anak terpilih yang dengan sukarela ingin mengikuti kegiatan GSMB Nasional. Mereka siswa-siswa yang suka menulis cerpen dan puisi. Setelah sosialisasi dan terkumpul 100 siswa yang ingin mengikuti kegiatan ini. Saya dan tim literasi sekolah menghadap tata usaha perihal pembiayaan dalam pendaftaran ini. Di sini kami mendapatkan sedikit masalah karena pihak sekolah tidak setuju dengan tata cara pembayarannya terkait penggunaan dana BOS. Ternyata ketidakpahaman ini terpecahkan setelah pihak sekolah mencoba berkonsultasi kepada pihak Nyalanesia. Alhamdulillah semua berjalan dengan baik, sekolah saya ikut dalam GSMB Nasional untuk 100 siswa.
Hari selanjutnya, selesai mengawas ujian sesi pertama, sesuai dengan agenda yang saya sudah buat, hari ini khusus ke sekolah dasar (SD) yang ada di Pangkalpinang. Sasaran pertama, saya langsung meluncur ke salah satu SD yang dekat dengan sekolah saya. Sesampainya di sana, saya hanya bisa bertemu dengan salah seorang guru yang bertugas, dikarenakan kepala sekolahnya sedang dinas di luar (DL). Terlihat sekali ibu ini tidak welcome mendengar program yang saya sampaikan. Saya bisa pahami waktu kunjungan saya tidak tepat, terlihat di depannya tumpukan soal-soal ujian dan hasil ujian anak. Apa yang saya pikirkan ternyata benar. Ibu mohon maaf, saat ini sekolah sangat sibuk menilai hasil ujian siswa, kemudian harus menuliskan rapor di e-raport. Sepertinya kami terkendala untuk dapat mengumpulkan anak untuk mengikuti program ini. Guru-guru sangat sibuk saat ini, jawab si Ibu.
Namun saya tidak patah semangat dengan jawaban guru ini, saya memberikan beberapa saran bagaimana bisa mengatasi hal tersebut. Namun apa daya, apa yang saya pikirkan ternyata tidak terbayangkan oleh beliau. Sedikit sedih karena baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain. Berikutnya saya sudah tiba ke sasaran sekolah dasar lainnya. Hal yang sama terjadi pula, melihat kondisi saat ini pihak sekolah mendapatkan kesulitan dalam mengumpulkan siswa di masa pandemi saat ini, ditambah dengan kesibukan guru dalam menilai dan menulis rapor. Hal ini tidak membuat saya putus asa. Saya terus bertekad bagaimana bisa menyalakan literasi di Bangka Belitung ini. Saya berpikir hal ini sesungguhnya bukan masalah selagi ada keinginan untuk melakukannya. Untuk membuat dan mengubah mindset seseorang ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengajak orang untuk berbuat hal yang baik perlu proses dan perjuangan. Perlu waktu yang banyak bagaimana cara menggugah pikiran seseorang dalam menerima hal baru. Perlu support yang kuat bagaimana cara menyentuh hati mereka untuk bisa mendorong menuju perubahan yang lebih baik dalam menyalakan lentera literasi di Pangkalpinang.
Pengalaman penerjunan KSPL Nasional selama dua pekan memberikan pengalaman yang luar biasa dalam mengemban tugas saya selaku kandidat sosialisator penggerak literasi. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan, saya belajar banyak hal, bagaimana bisa menempatkan dan memperlakukan diri ketika saya tidak disambut dengan baik, bagaimana menahan sebuah amarah ketika apa yang kita pikirkan bertentangan dengan apa yang orang lain pikirkan pula, saya juga belajar bagaimana bisa berinteraksi dengan para pejabat-pejabat di sekolah. Satu hal yang saya pikirkan saat ini, saya masih perlu berjuang untuk menyalakan lentera literasi di Kepulauan Bangka Belitung khususnya di Kota Pangkalpinang ini. Banyak PR yang menjadi tugas saya untuk membuat anak-anak di Pangkalpinang ini cinta membaca dan menulis. Semoga iktikad baik ini menjadi kenyataan suatu hari nanti, Amin…