LITERASI DAN EMPATI PEMUDA - Penggerak Literasi

LITERASI DAN EMPATI PEMUDA

 

Oleh: Lia Harnita, S.Pd.

 

Literasi menjadi perbincangan hangat para pemuda akhir-akhir ini. Baik para guru di sekolah, peserta PPG dalam jabatan, para pegiat literasi di daerah, dan kalangan lainnya. Perlu kita pahami bahwa literasi bukan hanya tentang membaca dan menulis. Namun, literasi yang sesungguhnya tidak sesederhana itu, tetapi literasi adalah istilah umum yang merujuk pada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.

Dalam bahasa latin, istilah literasi disebut sebagai literatus, artinya adalah orang yang belajar. Selanjutnya, National Institute for Literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Lalu, kenapa literasi menjadi hal yang sangat penting? Hal ini dikarenakan, dengan tingginya tingkat literasi kita dapat menentukan kemajuan dan masa depan suatu bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari seberapa banyak pemuda yang berperan di situ. Sepertinya, sudah tidak asing lagi bagi kita ketika berbicara mengenai peran pemuda. Selain pemuda sebagai agen perubahan, ia juga sebagai agen pembangunan. Pemudalah yang akan mengguncang dunia, membawa peradaban menjadi lebih baik. 

Berbicara tentang keadaan literasi siswa, sebenarnya peran pemuda di sini sangat penting sekali dalam membawa perubahan. Nyalanesia sebagai startup pengembang program literasi sekolah terpadu yang memfasilitasi siswa dan guru agar dapat menerbitkan buku, mendapatkan pelatihan dan sertifikasi kompetensi. Dengan dukungan teknologi terintegrasi, penyelenggaraan beragam event literasi dan pengembangan komunitas berbasis sharing economy. Nyalanesia hadir dengan napas socioedupreneur untuk menciptakan ekosistem literasi terbesar di indonesia.

Nyalanesia adalah inisiator dan pengembang program Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional sejak tahun 2016, dan telah berhasil membantu ribuan sekolah untuk mengembangkan program gerakan literasi sekolahnya. Bersama ribuan pendidik dan penggerak literasi adalah langkah nyata Nyalanesia di Indonesia.

Sebagai seorang guru sekaligus pegiat literasi, saya punya mimpi untuk mengembangkan literasi di daerah tempat tinggal saya. Niatnya, ingin berkontribusi di daerah tercinta Lombok Timur, agar semakin banyak lagi lahir para penulis yang mencintai dunia membaca dan menulis. Literasi inilah salah satu solusi untuk membangun empati para pemuda, agar tidak menjadi generasi yang beku empati. Mimpi saya tersebut menjadi alasan terkuat saya mengikuti beragam seleksi dalam pemilihan SPL Nasional tahun 2022 yang diadakan oleh Nyalanesia. Alhamdulillah, saya terpilih menjadi salah satu penggerak literasi nasional, yang disebut dengan SPL Nasional (Sosialisator Program Literasi Nasional). Tentu, terpilihnya saya menjadi SPL Nasional tahun 2022, ada banyak hal yang telah dilalui, terutama selama tiga bulan masa bakti.

SPL Nasional bertugas untuk sosialisasi, memberikan edukasi dan motivasi tentang pentingnya pengembangan program literasi di sekolah-sekolah, melakukan penelitian di bidang literasi dan pendidikan, berkolaborasi dengan instansi di daerahnya. SPL Nasional siap menjelajah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Itulah mengapa derasnya hujan bukan jadi alasan untuk menunda pertemuan dengan beberapa sekolah yang sudah menjadi target saya dalam timeline yang sudah dibuat.

100 lebih sekolah yang sudah saya sentuh, baik sosialisasi yang saya lakukan dalam forum MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Bahasa Indonesia, maupun berkunjung langsung ke sekolah-sekolah. Ada banyak pengalaman yang ingin saya bagi di sini, baik suka maupun duka. Ini adalah pengalaman pertama saya ketika harus berbicara di depan para kepala sekolah, rasanya campur aduk, tetapi itulah seninya belajar. Allah mudahkan niat baik seorang hamba sehingga setiap kali sosialisasi selalu diterima dengan hangat.

Sebagai sosialisator saya banyak belajar dari sekolah-sekolah yang dikunjungi, setiap sekolah memiliki keluhan yang berbeda-beda tentang keadaan literasinya. Ada sekolah yang program literasinya sudah berjalan di antaranya kegiatan ekstrakurikuler kepenulisan, sanggar sastra, dan program-program lainnya untuk mengasah kemampuan peserta didik dalam menulis dan menerbitkan buku ber-ISBN, bahkan ada yang sama sekali belum memulai karena keadaan. Akses buku sangat dibutuhkan terutama bagi sekolah yang kekurangan buku bacaan di perpustakaan sekolahnya. “Sebenarnya bukan karena tingkat literasinya yang rendah, tetapi memang akses bukunya juga terbilang kurang,” ungkap salah satu guru di salah satu sekolah (tidak untuk disebutkan).  

Dari 100 lebih sekolah yang saya kunjungi, saya menyimpulkan bahwa literasi siswa rendah itu karena dipengaruhi oleh beberapa faktor:

Pertama, rendahnya minat siswa dalam membaca. Membaca di sini bukan hanya buku pelajaran, tetapi membaca yang disukai sebenarnya adalah latihan awal untuk membiasakan siswa tersebut memiliki kegemaran untuk membaca. Karena, dengan membaca wawasan kita akan bertambah, mendapatkan ilmu baru, dan tentu ketika ada permasalahan yang perlu untuk diselesaikan akan sangat membantu untuk memecahkannya.

Kedua, tidak dibudayakan dalam membaca dan memecahkan masalah yang ada. Sehingga, siswa cenderung ingin terus disuapi dan tidak mandiri serta takut ketika menghadapi suatu masalah.

Ketiga, kurangnya akses buku atau referensi berupa buku baik yang dipegang oleh siswa maupun yang ada di perpustakaan sekolah. Ini khusus bagi sekolah yang masih minim fasilitas.

Empat, kurangnya ilmu pengetahuan dalam bidang teknologi dan koneksi internet juga sangat memengaruhi tingkat literasi siswa.

Lima, guru adalah panutan. Seorang guru harus membiasakan dan memberikan contoh yang baik agar siswanya tertarik untuk menjadi seperti dirinya. Ketika guru itu suka membaca dan aktif dalam memberikan motivasi dan inspirasi kepada peserta didiknya, paling tidak siswa tersebut punya gambaran ke depan tentang pentingnya membaca dan menulis.

Enam, tidak cakap dalam digital. Siswa juga harus cakap dalam bermedia sosial, termasuk memanfaatkan gawai pintar/laptop dan alat teknologi lainnya agar dapat mengakses buku lewat online. Seperti aplikasi iPusnas, iPusda, KBM App, dan aplikasi membaca dan menulis lainnya. Di sinilah peran guru untuk mengedukasi tentang literasi digital.

Tujuh, kurangnya kontrol dalam lingkungan keluarga. Karena, keluarga adalah agen sosialisasi pertama yang dilalui oleh seseorang. Jadi, sebenarnya dalam lingkungan keluargalah pertama kali harus dibiasakan membaca. Minimal dengan mengoleksi dan memajang buku-buku di rumah, tentu seorang anak memiliki keinginan dan rasa penasaran. Kita sebagai orang tua perlu mengedukasi tentang pentingnya membaca dan memberikan teladan yang baik bagi anak. 

Dari beberapa faktor di atas, saya selaku SPL Nasional menjadi pendamping beberapa sekolah yang tergabung dalam program GSMB Nasional, mulai dari saya dampingi untuk siswa berkarya, pelatihan menulis puisi dan cerpen untuk siswa di beberapa sekolah, dan memberikan masukan terhadap karya mereka. Wajah riang dan semangat mereka memantik saya untuk terus bergerak.

Ada sebagian sekolah dampingan saya sudah berjalan program literasinya. Bahkan ada siswa di sekolah tersebut yang sudah menerbitkan buku, diskusi literasi dan kegiatan lainnya untuk mengembangkan literasi sekolah sudah dan sedang mereka galakkan. Keaktifan mereka dalam berdiskusi dan membuat sebuah komunitas adalah bagian dari upaya untuk membangun dan memajukan literasi di sekolah maupun daerah. Inilah yang saya katakan bahwa kesadaran literasi dapat menyentuh hati pemuda untuk berempati dalam membangun dan memajukan suatu daerah khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Salam Literasi. Salam nyalakan masa depan! Bersama program GSMB Nasional 2022, kita bisa wujudkan ribuan mimpi guru dan siswa untuk menjadi penulis buku dengan karya yang bermanfaat untuk diri dan bangsa.

 

 

 

 

Biodata Penulis

 

Saya Lia Harnita, pemilik nama pena Kembang Sandat. Lahir di Bungtiang, 29 Oktober 1993. Seorang guru Sosiologi di MA Mu’allimat dan MA Mu’allimin NWDI Kelayu. Saya berdomisili di Gubuk Daya, Kelurahan Kelayu Utara, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Sejak kecil suka sekali menulis di buku harian. Tanpa sadar, ternyata kebiasaan menulis di buku harian sangat membantu dalam menulis dan menghasilkan buku. Ada salah satu novel saya yang berjudul “Kembang yang Terhijab” adalah hasil dari kumpulan buku harian saya yang dijadikan novel.

Pada tahun 2015, saya lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi salah satu wisudawati terbaik di perguruan tinggi swasta di Lombok Timur yaitu STKIP Hamzanwadi Selong. Sejak tahun 2016 lalu berubah status menjadi Universitas Hamzanwadi. Kegiatan saya sehari-hari selain mengajar adalah ketua FLP (Forum Lingkar Pena) Cabang Lombok Timur, pemateri Seminar Kepenulisan di sekolah-sekolah negeri dan swasta, dan beberapa komunitas kepenulisan, pelatih ekstrakurikuler kepenulisan di sekolah tempat mengajar. Karya yang sudah diterbitkan sebanyak 20 buku, baik fiksi maupun nonfiksi. Selain itu saya gemar berbisnis, adapun usaha bisnis yang sedang saya bangun dan jalani bersama suami adalah usaha percetakan, Al-Faqih Printing. Teman-teman bisa menghubungi saya lewat akun facebook: Lia Harnita, Instagram: @liaharnita. WA: 087879150129.

Artikel Terkait