Membumikan Literasi Melalui Aksi Nyata - Penggerak Literasi

Membumikan Literasi Melalui Aksi Nyata

Literasi marak digaungkan beberapa tahun terakhir, khususnya di sekolah-sekolah. Istilah yang paling keren adalah sudut baca. Pengamatan yang saya lakukan di beberapa sekolah memang benar, buku-buku bertengger di sudut sekolah atau tepat di samping pintu masuk kelas. Tiap siswa diarahkan untuk membaca buku beberapa menit sebelum belajar. Tentu, menjadi kebanggaan tersendiri, ada perubahan dan perkembangan dibidang literasi hingga pelosok negeri.

Lalu, melalui diskusi dengan beberapa rekan guru diberbagai sekolah, saya memperoleh informasi bahwa sudut baca pun menjadi dilema, kewajiban membaca sebelum belajar pada akhirnya, sebuah formalitas bagi siswa untuk mengikuti aturan yang harus diselesaikan bukan kesadaran akan pentingnya membaca, akibatnya berdampak pada kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan dan rendahnya minat siswa untuk menulis.

Di sisi lain, selama ini, saya bergerak di bidang literasi hanya pada titik perguruan tinggi tempat saya mengajar, mata kuliah Menulis Kreatif menjadi mata kuliah yang mewajibkan mahasiswa untuk menulis puisi, cerpen, dan naskah drama. Beberapa buku telah terbit meskipun melalui penerbit indie. Komunitas Bestari Literasi yang saya dirikan bekerjasama dengan organisasi eksternal kampus, kemudian membuat grup 15 hari menulis yang melibatkan mahasiswa dari luar perguruan tinggi dan ibu rumah tangga. Tulisan kami saat ini sedang dalam proses editing.

Pengalaman menulis dengan mahasiswa dan rekan sejawat, sesekali mengelitik saya untuk mencoba mengajak guru dan siswa di berbagai sekolah yang saya kenal agar mau menulis bersama, akan tetapi hal tersebut saya urungkan mengingat akses formal untuk melibatkan diri secara langsung, khususnya di daerah saya tak semudah membalikkan telapak tangan.

Menggerakkan literasi khususnya di daerah, pada dasarnya dapat dilaksanakan sendiri, namun berdasarkan pengalaman saya, identitas sebuah lembaga penggerak, orang-orang berpengaruh, program yang terstruktur, kreatif, dan inovatif akan mampu menjadi mesin penggerak yang mempermudah proses pengimplementasian.

Saat harapan menggerakkan literasi menulis di sekolah redup dan tidak lagi saya pikirkan, saya menerima pesan melalui whatshapp yang berisi link pendaftaran untuk menjadi Sosialitator Penggerak Literasi Nasional yang diselenggarakan oleh Nyalanesia. Saat itu, saya dengan sigap mencari tahu tentang Nyalanesia di Instagram dan memang benar keberadaannya. Lalu, saya berselancar ke laman Nyalanesia untuk memastikan program-program yang diadakan dan lagi-lagi saya merasa begitu tertinggal dalam hal informasi terkait lembaga penggerak literasi, khususnya Nyalanesia yang memang programnya sangat sesuai dengan mimpi-mimpi saya untuk menerapkan literasi, khususnya di daerah sendiri.

Melalui tahapan seleksi yang profesional, saya akhirnya sampai pada tahap penerjunan sebagai KSPL yang bertugas untuk melakukan sosialisasi tentang Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) Nasional. Dua hari sebelum waktu penerjunan, saya mendapat tugas negara untuk melakukan wawancara terhadap guru-guru secara daring, rentang waktunya hampir sama dengan masa penerjunan KSPL, ditambah dengan pekerjaan akademik yang semakin padat, kegiatan penting yang mengharuskan struktural terlibat, penerimaan mahasiswa baru, dies natalis dan persiapan wisuda mahasiswa awal bulan September 2022.

Semangat 45 saya akhirnya goyah, pengaturan jadwal yang alot, gelisah dengan target yang telah ditetapkan dan bingung memilih, akhirnya membawa saya pada keputusan untuk mengundurkan diri sebagai KSPL.

Dua hari dua malam, kegelisahan tak henti-hentinya mengusik. Saya pribadi yang pantang menyerah atas pilihan-pilihan yang saya buat sehingga melepaskan satu amanah menjadi beban dan pertarungan batin bagi diri sendiri.

Tanggal 2 Agustus 2022 melalui renungan, saran orang-orang dekat, izin atasan, dan negosiasi dengan rekan yang akan melakukan wawancara secara daring, akhirnya, saya kembali memutuskan bahwa saya harus menyelesaikan tanggungjawab atas pilihan yang saya buat. Saya kembali kepada prinsip hidup saya “untuk menjadi luar biasa, saya tidak bisa bertindak biasa-biasa saja”.

Tanggal 3 Agustus 2022 saya berkunjung ke Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo untuk meminta izin, saat itu kepala dinas pendidikan sedang tugas di luar daerah sehingga saya memperoleh izin sosialisasi dari Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo. Setelah itu, saya bertemu dengan Kepala Cabang Dinas Wilayah IV Sulawesi Selatan, alhamdulillah, atas respon beliau dan pemberian rekomendasi tanpa saya minta, membuat saya semakin bersemangat dalam menyelesaikan amanah sebagai KSPL.

Bermodalkan spanduk, buku panduan, surat penerjunan, ID Card, dan daftar nama-nama sekolah yang menjadi target, saya memulai perjalanan untuk sosialisasi. Tanggal 5 Agustus, saya menuju SMPN 4 Sengkang, bertemu dengan kepala sekolah dan beberapa guru. Setelah menyampaikan tujuan, saya diarahkan untuk langsung sosialisasi di dalam kelas.

Berbicara di depan siswa bukan perkara mudah bagi saya yang terbiasa berbicara di depan mahasiswa. Menatap mata mereka satu-persatu, tersenyum bahagia pada gerakan-gerakan yang dengan bersemangat mengacungkan jari untuk mau terlibat dalam menulis buku, tentu saja membuat saya bersyukur, mendapat peluang bercengkrama dan menyaksikan bahwasanya, ada bakat dan kemauan pada diri siswa yang belum terfasilitasi secara merata.

Lalu, saya beranjak dari satu sekolah ke sekolah lainnya dengan penyambutan dan respon berbeda, baik dari kepala sekolah, guru dan siswa. Saya mengamati, sekolah-sekolah besar khususnya sekolah dasar dengan jumlah siswa terbanyak, memerlukan pendampingan khusus karena minat siswa tinggi tetapi SDM yang dapat mendampingi, khususnya dibidang literasi masih minim.

Tanggal 9 Agustus saya mulai fokus pada sekolah SMA/SMK /MA dalam kota. Kepala sekolah paling berkesan bagi saya adalah Kepala Sekolah SMA 1 Wajo yang juga memegang jabatan sebagai Ketua MKKS SMA Kabupaten Wajo. Senyum dan semangat beliau menghadirkan semangat baru bagi saya, literasi daerah akan maju jika semua kepala sekolah memiliki respon, keterbukaan untuk menerima, dan semangat yang tinggi dalam menggerakkan literasi. Beliau pula yang membantu saya menyebarkan poster dan juknis GSMB ke beberapa sekolah lain sehingga 10 SMA dapat mengikuti webinar Nyalanesia pada tanggal 18 Agustus 2022.

Suka duka selalu ada dalam tiap perjalanan, mengunakan sepeda motor saat sosialisasi dari satu sekolah ke sekolah lainnya dengan jarak tempuh yang beragam, tiap harinya, menembus panas dan hujan merupakan pengalaman dan kisah berharga sekaligus pelajaran penting untuk tetap bersabar dalam menebar kebaikan.

Diantara 37 kepala sekolah yang saya temui dalam rentang waktu 12 hari, ada 2 kepala sekolah yang menolak untuk mendengar sosialisasi saya hingga selesai. Alasannya sederhana, menulis tugas sekolah saja siswa sulit apalagi harus menulis puisi atau cerpen, ada biaya pendaftaran, siswa kami kurang mampu, dan ada yang sampai menduga saya penipu berkedok literasi. Saya istigfar dalam hati, berusaha memahami dan menerima bahwa ada saat dimana kita tidak dapat memaksa orang lain agar mau menerima apa yang kita pikir dan harapkan.

Selain itu, ada beberapa kepala sekolah yang meminta saya datang ke sekolah dua hingga tiga kali, sekadar memberi penguatan kepada guru dan siswa, meminta penambahan waktu untuk menggerakkan siswa yang berminat menulis. Kisah paling menarik lainnya, ada group bernama “Ibu-Ibu Rempong” yang anaknya sekolah di salah satu SDN dekat rumah. Hampir tiap hari saya ditelepon, pagi, siang, dan malam hanya untuk meminta informasi tambahan dengan alasan membantu saya sosialisasi, saya bahkan kerap didatangi di rumah, ada yang meminta kartu kesediaan menulis yang saya buat untuk kemudahan sosialisasi dan ada pula yang sekadar datang untuk diskusi.

Masa penerjunan KSPL Nasional oleh Nyalanesia, membuat saya semakin menyadari bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Selama sosialisasi, pengaturan jadwal saya semakin teratur, biasanya setelah mengantar anak ke sekolah, saya kembali ke rumah untuk memasak, mencuci dan lainnya, setelah itu baru ke kantor.

Selama sosialisasi, pukul 07.00 pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga sebisa mungkin selesai, mengantar anak ke sekolah setelah itu melanjutkan sosialisasi. Hal itu saya lakukan guna menyesuaikan jadwal dengan kepala sekolah yang kebanyakan berada di sekolah pukul 07.30 wita dan setelahnya sibuk mengikuti berbagai rapat di luar sekolah, berlatih dan mengikuti lomba menjelang hari kemerdekaan RI yang ke-77 tahun.

Melalui GSMB Nasional oleh Nyalanesia, saya mengenal banyak kepala sekolah, guru, staf, dan siswa. Pertanyaan-pertanyaan mereka terkait GSMB menjadikan komunikasi lancar baik di sekolah secara langsung maupun melalui telepon.

Semoga program yang diselenggarakan Nyalanesia menjadi Gerakan posistif yang berkesinambungan bagi perkembangan literasi di dunia pendidikan dan membawa dampak pada perubahan sosial.

Saya Arisa, S. Pd., M. Pd. menetap di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Mengajar pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Puangrimaggalatung. Karya yang pernah terbit antara lain; antologi puisi Jejak-Jejak Pena (2017), Kapita Selekta Pendidikan (2018), Motivasi Mengajar Perspektif Dosen (2018), antologi cerpen Ibu dalam Pusaran Langit-Langit Kehidupan (2019), antologi cerpen Lola dan Kala (2020), antologi puisi Pergi Bersama Angin (2020), antologi cerpen Kisah Cinta yang Pertama (2021) dan Antologi Puisi Drama di Sekolah (2021). Komunikasi dapat berlanjut melalui IG saya arisa_al_qubra dan FB Andi Arisa.

Artikel Terkait