Menjelajah Literasi di Tanah Preman - Penggerak Literasi

Menjelajah Literasi di Tanah Preman

MENJELAJAH LITERASI DI TANAH PREMAN

Sugi Arianto, S.Pd

 

Tantangan literasi di era perkembangan digital yang sangat pesat menjadi permasalahan sendiri khususnya dikalangan remaja di usia mereka yang masih menempuh dunia sekolah. Bermain game dan bersosial media lebih digemari daripada menulis ataupun membaca buku. Kabupaten Empat Lawang adalah kabupaten baru yang terbentuk pada tanggal 20 April 2007, hampir 100 sekolah di bangun di kabupaten ini. Minimnya literasi di sekolah, khususnya di kabupaten Empat Lawang menjadi salah satu alasan saya untuk bergerak menjadi Sosialisator Penggerak Literasi.

Awal mula di siang hari yang sangat panas, seketika saya membuka WhatsApp, saya menemukan informasi program rekrutmen Sosialisator Program Literasi(SPL Nasional 2022), tepatnya di group WhatsApp Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang diselenggarakan oleh Nyalanesia. Awalnya saya belum paham program tersebut, setelah saya dalami dengan membuka informasi mengenai program, seketika saya tertarik mendaftar dan alhamdulillah sampai saat ini masih diberikan kepercayaan sampai pada proses penerjunan Kandidat SPL Nasional 2022. Bukan tantangan yang mudah untuk bersosialisasi ditengah minimnya pengetahuan sekolah tentang program literasi ini, bahkan mungkin ini adalah yang pertama kali diadakan di kabupaten saya, yaitu kabupaten Empat Lawang provinsi Sumatera Selatan. Dahulu Kabupaten Empat Lawang terkenal dengan kejahatanya, setiap saya mendengar berita kriminal pasti tidak jauh dari kabupaten Empat Lawang, namun alhamdulillah sampai saat ini keamanan di wilayah tersebut sudah berangsur membaik dengan perhatian yang lebih dari Bupati.

Sosialisasi di tanah preman merupakan tantangan bagi saya, strategi saya rancang dalam sosialisasi tersebut. Kurang lebih saya mengendarai sepeda motor sejauh 60 kilometer dari Kecamatan Pendopo ke Tebing Tinggi Empat Lawang. Sepeda motor yang saya kendarai bukan milik saya, melainkan milik teman saya. Dengan penuh semangat, saya menemui Kepala Kementerian Agama Kabupaten Empat Lawang dengan tujuan berkolaborasi dengan instansi tersebut. Respon baik saya dapatkan di sana.

Setelah Kepala Dinas mempelajari program GSMB Nasional dari Nyalanesia, saya dipersilakan untuk bertemu langsung dengan kepala bidang yang membawahi madrasah di Kabupaten Lawang. Kemudian saya mendapat surat rekomendasi. Meskipun tidak diberikan secara langsung, melainkan melalui WhatsApp, tetapi saya tetap bersujud syukur telah diberi kesempatan untuk berkolaborasi. Hal tersebut juga menguatkan langkah saya untuk bersosialisasi ke sekolah di Kabupaten Lawang.

Selanjutnya saya ayunkan langkah saya ke Dinas Pendidikan Kabupaten Empat Lawang. Setelah menunggu lama, karena Kepala Dinas sedang ada kepentingan bersama Bupati, saya akhirnya mendapat kesempatan untuk mempresentasikan program Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional (GSMB Nasional). Namun sayang, saya belum mendapatkan surat rekomendasi karena program literasi sudah terlalu banyak di Kabupaten Empat Lawang. Namun saya tidak menyerah. Saya kembali mendatangi Dinas Pendidikan Kabupaten Empat Lawang untuk mendapatkan surat rekomendasi.

Ketika kembali ke kontrakan saya bertanya-tanya, berapa lama lagi saya harus menunggu. Menunggu bukan hal yang sukai. Saya inisiatif untuk langsung terjun ke sekolah. Waktu pun sudah sangat mepet. Belum lagi saya harus menjalankan kegiatan sebagai Ketua Organisasi Ikatan Guru Indonesia di Kabupaten Empat Lawang. Apabila saya terus menunggu, maka kegiatan yang lain akan tertunda.

Saya memulai sosialisasi di MTs Negeri 2 Empat Lawang. Setelah menempuh jarak sekitar 20 km, saya langsung bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum. Saya pun mulai mempresentasikan program GSMB Nasional. Namun beliau tidak bisa memutuskan karena keputusan tertinggi tetap di tangan Kepala Sekolah. Saya harap akan ada kabar baik setelah saya pulang.

Hari berikutnya saya lanjutkan sosialisasi di SMK Negeri 2 Empat Lawang. Setelah berkoordinasi cukup panjang dengan Wakil Kepala Sekolah, beliau mendukung program GSMB Nasional. Bahkan beliau memberikan rekomendasi kepada Kepala Sekolah untuk membentuk ekstrakulikuler literasi. Saya mendapat secuil harapan, tetapi dipatahkan karena ada kendala biaya. “Mentok“. Pembiayaan harus menunggu keputusan Kepala Sekolah sebagai pengambil keputusan tertinggi.

Sampai saat ini saya terus berjalan dengan rasa optimis tinggi. Saya masih mengunjungi banyak sekolah, salah satunya SD Negeri 1 Pendopo dan sekolah lainnnya. Beberapa sekolah saya sosialisasikan secara daring. Namun hal itu tidak mematahkan semangat saya untuk menyebarkan semangat literasi melalui program GSMB Nasional.

Senyum, sedih, canda dan tawa mewarnai perjalanan saya sebagai KSPL Nasional. Langkah sosialisasi tidak berhenti di sini. Semangat juang membangun pendidikan di daerah adalah motivasi terbesar saya. Literasi menjadi pembuktian saya.

Artikel Terkait