Bismillahi wabihamdihi…..
Dengan menyebut nama Allah SWT dan saya bersyukur kepada-Nya atas limpahan nikmat dan karunia Allah SWT sehingga saya bisa mengikuti serangkaian tahapan seleksi untuk menjadi SPL (Sosialisator Program Literasi) Nasional 2021.
Alhamdulillah, sewaktu Nyalanesia sebagai penyelenggara program SPL Nasional 2021 ini memberikan pengumuman tentang Kandidat SPL Nasional yang LOLOS menjadi SPL Nasional Tahun 2021. Hati saya berdebar kencang sekali ketika membuka link pengumuman tersebut dan mulai membaca nama-nama peserta yang lolos dengan pelan sekali secara berurutan sesuai dengan yang tertera di pengumuman. Kebetulan yang berawalan huruf “H” dari peserta yang lolos ada tiga orang sehingga dengan mudah dapat melihat dan mengetahui nama-namanya. Alhamdulillah, ternyata nama saya tertera dalam pengumuman tersebut dan menempati urutan yang ke-31.
Saya tidak pernah menyangka akan masuk dalam jajaran orang-orang yang terpilih sebagai SPL Nasioanal karena persaingannya sangat ketat. Bayangkan saja, dari 500 KSPL seluruh Indonesia bersaing untuk masuk menjadi SPL dan ternyata yang beruntung hanya 88 SPL. Alhamdulillah, ada 4 orang yang lolos menjadi SPL Nasional dari Nusa Tenggara Barat dan saya merupakan satu-satunya SPL Nasional dari Kota Mataram NTB, bahkan satu-satunya dari Pulau Lombok sedangkan yang 3 orang lainnya berasal dari Pulau Sumbawa.
Pada waktu penerjunan KSPL selama beberapa pekan, saya berhasil mendatangi dan mensosialisasikan program GSMB ke madrasah/sekolah mulai dari tingkat MI/SD sampai tingkat MA/SMA sebanyak 30 madrasah/sekolah. Namun, yang ikut bergabung dalam program GSMB hanya 2 madrasah sedangkan 28 sisanya masih berhalangan karena situasi dan kondisi yang belum memungkinkan. Setelah terpilih menjadi SPL Nasional Tahun 2021 ini saya bertekad dan memiliki target untuk mendatangi dan melakukan sosialisasi GSMB ke semua madrasah/sekolah dari tingkat MI/SD sampai MA/SMA/SMK yang ada di Kota Mataram. Saya lebih optimis untuk bisa menggaet dan mengajak bergabung madrasah/sekolah ketika menjadi SPL jika dibandingkan dengan sebelumnya ketika saya menjadi KSPL.
Mengapa kali ini saya lebih optimis? Jawabannya, karena disebabkan oleh beberapa faktor pendukung.
Pertama. Saya sudah mendapatkan dukungan dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Mataram dengan adanya surat balasan yang sebelumnya saya kirimkan. Balasan surat tersebut berisi tentang edaran kepada seluruh Kepala MIN/MIS, MTsN/MTsS, dan MAN/MAS untuk mengikuti program GSMB.
Kedua. Waktu yang diberikan oleh pihak GSMB lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya. Ketika menjadi KSPL waktu yang diberikan untuk sosialisasi program hanya beberapa pekan saja sedangkan ketika menjadi SPLN ini diberikan waktu tiga bulan lamanya. Tiga bulan merupakan waktu yang cukup lama dan saya rasa bisa bekerja lebih optimal dibandingkan dengan sebelumnya ketika menjadi KSPL.
Ketiga. Mendapatkan suntikan motivasi dan inspirasi dari tokoh-tokoh hebat, seperti Andy Noya dan Bukik Setiawan. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah mempertemukan saya dengan pak Andy dan pak Bukik walaupun hanya lewat dunia maya. Pak Andy merupakan IDOLA saya yang telah menginspirasi saya untuk bangkit dari segala hal, banyak-banyak bersyukur, tidak mengeluh, dan tidak putus asa.
Kick Andy adalah sebuah acara gelar wicara di Metro TV yang dipandu oleh Andy F. Noya. Kick Andy tayang setiap hari Jumat pukul 20:05 WIB dan ditayang ulang pada hari Sabtu pukul 13:30 WIB. Tema wicara acara ini beragam dan Andy F. Noya juga sering menampilkan narasumber dari tempat terpencil yang karya dan kisah hidupnya menjadi inspirasi banyak orang. Acara ini memiliki beberapa acara turunan, yaitu Kick Andy Heroes, Kick Andy Young Heroes, Kick Andy Hope, dan Kick Andy On. Salah satu yang membuat saya terinspirasi adalah ketika Pak Andy mengundang beberapa guru pelosok pada acara Kick Andy yang bertemakan: Hadir Pol, Gaji Nol, seperti Asnat Bell (Papua NTT), Syafrudin (Bima NTB), dan Ai Dewi (Kampung Badui-Banten).
Asnat Bell mengajar selama 7 jam setiap harinya, mengajar 9 mata pelajaran di kelas 1. Sejak mengajar dari tahun 2002 hingga sekarang (2014), gaji yang diterima pun hanya 50 ribu perbulan, gajinya turun kadang 3 – 4 bulan. Dengan 50 ribu gajinya sebagai guru honor di SD terpencil itu, Asnat bell juga harus menghidupi tiga orang anaknya dan keluarganya. Ditambah lagi dengan keadaan geografis tanah di Amanuban Timur ini yang kering, dingin, dan susah air, membuat pertanian tidak bisa tumbuh. Asnat Bell hanya lulusan SMA, bersama teman-temannya mengajar di SD mulai tahun 2002, kini hanya dia saja yang bertahan, temannya berhenti. Karena hati dan panggilannya mengajar, untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan membuat dia tetap mengajar di sekolah tersebut.
Selama bertahun-tahun mengabdi dan mengajar, Asnat Bell jauh dari pengangkatan menjadi seorang Guru PNS, kenapa? Karena kebijakan sekolah, seorang guru yang akan jadi PNS harus melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan, minimal D3, Asnat Bell hanya SMA. Pengorbanannya mengajar selama 10 tahun tidak berarti apa-apa, ternyata syarat menjadi PNS itu ijazah pendidikan keguruan.
Di desa tersebut, banyak anak-anak yang putus sekolah, walau sekolah gratis, kemiskinan membuat anak-anak membantu orang tuanya bekerja dari pada sekolah. Di sekolah ini ada 4 guru honor dan 3 PNS, tentu yang PNS adalah kepala sekolahnya. Sejak teman-temannya mengundurkan diri, sekolah ini kosong akan tetapi Asnat bell tetap mengajar, walau gaji sangat tidak memadai, bila dibandingkan dengan pengemis di Jakarta lebih besar penghasilannya dari pada gaji honor Asnat Bell. Asnat bell mengajar 7 jam sehari selama 26 hari, gaji yang dia dapat 50 ribu/bulan, Asnat Bell hanya dihargai 277 perak/jam. Pengemis di kota-kota besar sekali lampu merah bisa dapat 1000 rupiah, miris, gaji guru honor lebih sangat tidak manusiawi, kemana dana BOS? Bagaimana bisa anak-anak NTT menjadi setara dengan anak-anak di pulau Jawa? Kalau kesejahteraan guru tidak diperhatikan.
Bagaimana mau mengajar yang baik kalau guru harus berfikir keras untuk memenuhi kebutuhannya, tidak akan fokus mengajar, dan banyak yang dipikirkan?
Asnat Bell masih berharap, semoga pada tahun 2014 dia bisa menjadi PNS, di tahun ke-11 dia mengajar, semoga pemerintah mengangkat dia menjadi PNS. Masih banyak Asnat Bell-Asnat Bell di Pedalaman NTT ini, mereka mencoba memberikan pengajaran, agar anak-anak NTT dapat membangun desanya, daerahnya. Semoga kisah Ibu Asnat Bell dapat menginspirasi kita, dan pemerintah menjadi peduli dengan Indonesia Timur.
Semoga pemerintah tergerak untuk membantu Ibu Asnat Bell ini, menjadikan beliau PNS atau membiayai kuliahnya yang sudah dua tahun tidak ia lanjutkan karena kekurangan biaya serta memperhatikan semua guru-guru honor yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun yang berada pada semua daerah di Indonesia. Semoga ini menjadi cambuk dan motivasi bagi guru-guru yang masih jauh lebih baik dan lebih sejahtera untuk lebih meningkatkan kreatifitas dan dedikasi yang tinggi dalam mencerdaskan anak-anak bangsa.