Saya telah dikukuhkan sebagai Kandidat Sosialisator Penggerak Literasi Nasional (KSPL Nasional). Senang, tantangan pun mulai memenuhi pikiran. Senang, merasa menjadi bagian dari KSPL Nasional dari 500 diantara mereka. Tantangan pun mulai juga menghantui pikiran. Terbersit sebuah tantangan sekaligus panggilan hati nurani mendobrak gerakan literasi. Lierasi menjadi persoalan utama dan belum ada obat yang mujarab. Hampir semua sekolah di daerah saya belum ada gerakan literasi secara kaffah (totalitas). Sekolah lebih diidentik bagi anak didik tempat singgah sementara dalam menghentikan anak didik bermain semisal game online. Dalam benak saya dengan sekolah mulai bergabung dalam GSMB ini menjadi solusi atau obat literasi di sekolah. Paling tidak awal mengubah pradigma tradisi sekolah menjadi sekolah yang literat.
Bergabung dalam program GSMB tentu bukan hal yang mudah. Saya mulai mengilustrasi akan berhadapan dengan Kepala Sekolah yang cuek, apatis dan sulit diajak berkembang. Anggapan diantara mereka literasi identik dengan banyak berpikir. Literasi menjadi pekerjaan yang terberat yang menjelmai. Terbersit juga akan menjumpai kepala sekolah berpikiran ingin mendapatkan program secara gratis. Gratis bahkan kalau bisa menguntungkan. Semua ilustrasi tersebut mulai mengganggu. Kendala ini mengganggu perjalanan saya sebagai KSPL Nasional dalam mengampanyekan Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB). Pikiran kendala semua segera saya hilangkan karena tanggal 7 Juni 2021 uji penerjunan segera akan dimulai.
Semalam setelah dikukuhkan, saya memulai menulis pesan melalui WhatsApp. Saya mencoba membangun koneksi sambil mengotak-atik nomor kontak yang dianggap orang yang sangat tepat mendukung Literasi. Untuk sementara, semua yang dihubungi belum menjawab sesuai harapan. Tentukan gerakan ini tidak cukup dengan hanya mengirimkan pesan WA akan tetapi butuh kehadiran saya secara langsung ke sekolah-sekolah. Ia menyadari bahwa dirinya tidak boleh diam. Ia harus bergerak mengetuk pintu sekolah dengan meng-yel-kan literasi sekolah supaya terbuka lebar terutama bergabung dalam GSMB.
Hadir ke sekolah butuh legalitas dari Dinas Pendidikan. Banyak kepala sekolah yang akan mempertanyakan legalitas tersebut. Salah satu dari perwakilan kami bertiga (yang lulus KSPL Nasional) menghadap ke Dinas Pendidikan. Pembuatan legalitas ini baru dipenuhi setelah tiga hari dan tiga kali datang ke Dinas pendidikan. Tentu disertai surat resmi permohonan rekomendasi yang dbuat oleh peserta sendiri.
Tanggal 7 Juni adalah hari pertama penerjunan. Disela-sela mengurus surat tugas saya memanfaatkan waktu untuk bertemu kepala sekolah. Saya berangkat setelah mengawasi Ujian Akhir Tahun. Tujuan pertama sekolah terdekat, sekolah yang bernaung di bawah lembaga pesantren, yaitu SMP Darussyahid. Dalam benak saya, pesantren dianggap lembaga yang tepat untuk memotori gerakan literasi. Sebagai dalih utama banyak penulis novel terlahir dari rahim pesantren.
Jam 11.00 WIB tiba dipesantren tersebut. Cukup lama menunggu diruang tunggu. Sang kepala sekolah tak kunjung keluar. Setelah ditanyakan kepada salah satu guru di lembaga tersebut masih ada tamu yang lain. Anak didik di sekolah tersebut mulai pulang. Guru-gurunya mulai menghidupkan sepeda motornya. Tampak mulai sepi. Sesekali saya melihat Jam. Tepat pukul 12.30 tiba-tiba sang Kepala Sekolah keluar membawa tas. Ia seperti juga menyusul rekan guru yang lain pulang. Beliau baru menyadari bahwa masih ada saya yang belum terlayani. Akhirnya di waktu yang sangat singkat saya memberikan sosialisasi. Sang Kepala Sekolah ingin segera pulang karena akan menjemput anaknya. Beliau berjanji akan memberikan respon setelah dibicarakn dengan guru yang lain.
Bagi sang Penggerak tidak boleh ada kata “diam”. Bergerak harus menjadi pemenangnya. Hari kedua Saya mendatangi sekolah Negeri yang jumlah siswanya di kota ini sangat diperhitungkan. Sebut Saja SMPN 3 Sampang. Sekolah ini dikenal sebagai sekolah pengorbit kepala sekolah, mengingat hampir semua kepala sekolah SMP yang ada di Kabupaten saya pernah menjadi guru di sekolah ini. Di sekolah juga banyak terlahir guru berprestasi. Pikiran mudah diterima menjadi alasan utama di sekolah ini. Seperti biasa saya datang ke sekolah ini setelah mengawasi PAT. Saya ditemui kepala sekolah, kepala perpustakaan, wakasek dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Saya memberikan sosialisasi di bawah pohon rindang sambil berbincang-bincang santai. Rasa senang memberikan sosialisasi GSMB mulai terlihat. Antusias mereka luar biasa. Kepala sekolah juga menyambut program tersebut dengan penuh optimis.
Banyak pertanyaan ringan dan berat juga mulai diluncurkan. Mereka bersemangat memikirkan pembentukan Tim Literasi Sekolah. Mereka bersemangat mengisi riset formulir. Bukti bahwa sekolah ini sangat memiliki energi. Harapan di sekolah akan menjadi perwakilan Kota Bahari dalam mendukung Gerakan Sekolah Menulis buku tersebut.
Saya pulang dengan membawa harapan positif. Buah dari gerakan hari ini mulai tampak. Selama dua hari mereka (tim literasi) selalu mempertanyakan kegiatan GSMB. Titik klimaks ketika berbicara alur pendaftaran yang terdapat biaya Rp 50.000, mereka mulai mundur secara perlahan-lahan. Mereka harus berpikir ulang. Terasa uang akan menjadi sandungan. Bahkan jadi jalan terjal bergabung dalam GSMB.
Saya berpikir ulang dengan mengevaluasi sosialisasi yang belum menjawab kendala. Memberikan pemahaman yang lebih sederhana. Saya mencoba menemui Kepala Sekolah SDN Panggung 1. Salah satu kepala berprestasi di SD. Ia dengan mudah menjawab belum bisa bergabung GSMB tanpa alasan yang dapat kami himpun. Saya lanjutkan di SDN Dalpenang 3 antusias kepala sekolah tidak sejalan dengan responsif semua guru. Sosialiasi yang kami lakukan belum direspon dengan baik oleh mereka.
Penolakan demi penolakan tidak menyurutkan semangat Saya. Saya menyakini akan muncul sekolah yang akan bergabung dalam Gerakan Sekolah menulis Buku. Kemudian kami lanjutkan di SDN Dalpenang 1. Setelah panjang lebar berbicara GSMB dengan Kepala sekolah tersebut saya dimintai kelanjutannya untuk menghubungi Tim literasi di sekolah tersebut. Respon guru tersebut luar biasa. Setelah mempelajari panduan menginformasikan melalui WA bahwa sekolah tersebut telah bergabung dalam event tersebut. Begitu juga respon yang dilakukan di MTS Negeri 1 Sampang. Semangat guru (sebut bu Rulin) sebagai tim Literasi memotori kegiatan literasi sangat tampak. Di samping beliau sudah banyak menulis, ia mampu mengerakkan siswa dan guru lain juga menulis buku tersebut.
Selain berkunjung ke sekolah kami juga memanfaatkan WhatsApp MGMP Bahasa Indonesia Kab. Sampang. Saya berusahan memberikan pemahaman literasi sekolah. Bagi saya pemberi sosialisasi itu adalah pengerak yang tidak boleh berhenti. Penggerak ibarat nadi, jika nadi masih berdenyut menunjukkan kehidupan literasi masih ada. Jika penggerak mulai dapat menggerakkan tubuh yang lain menunjukkan bukan sekadar ada tetapi sudah mulai tertata. Begitu literasi yang dilakukan sang penggerak. Ia akan menggerakkan para penggerak di sekolah supaya tercipta civitas yang literat. Ketika penggerak di sekolah sudah berhasil menggerakkan peserta didik di sini mulai kebiasaan, mengembangkan, terampil dalam berliterasi mulai terwujud.
Literasi sebagai tanda bahwa keilmuan di sekolah ada. Aktivitas literasi pintu awal membuka jendela keilmuan. Tentu akan memberikan pintu kepada peserta didik untuk mengetuk pintu ilmu. Apalagi saat ini ditopang kecanggihan teknologi, hal ini memberikan kemudahan mengakses dan memberikan akses potensi yang sedang dan telah digeluti melalui ekspresi penulisan buku tersebut. Semangat literasi dimulai dari kita sebagai KSPL Nasional untuk mengabadikan potensi yang dimiliki. Selain kata semangat berliterasi juga mengetuk para penentu kebijakan sekolah untuk menghidupkan dan membiayai literasi sekolah tersebut.
Salam Literasi