SANG PENYALA, BERINOVASI DI MASA PANDEMI - Penggerak Literasi

SANG PENYALA, BERINOVASI DI MASA PANDEMI

SANG PENYALA!

BERINOVASI DI MASA PANDEMI

Di masa pandemic langkah tak berarti harus terhenti. Selalu berinovasi agar bisa berkarya, berprestasi dan menginspirasi hingga bisa memberi sumbangsih pada negeri dengan mengembangkan literasi di bumi pertiwi.

                        Salah satu inovasi yang saya jalankan di bidang Pendidikan adalah dengan mengikuti Gerakan Sekolah Menulis Buku dan Sosialisator Program Literasi Nasional 2020-2021. Dalam Gerakan Sekolah Menulis Buku ini, saya bersama siswa-siswi SMK Fauzan berhasil menerbitkan dua buah buku antologi puisi, dan juga saya mengikuti sayembara Pembicara Penulis Inovator Akademika Litera, dan Alhamdulillah saya terpilih salah satu dari 4 pemenang sayembara Pembicara Penulis Innovator.  GSMBI merupakan wadah yang luar biasa, karena bisa menampung semua elemen untuk berkarya, mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, sekolahnya sendiri dan juga para Penulis.  Bukan hal yang mudah, mengajak siswa siswi untuk menulis puisi dalam GSMBI ini, terlebih di situasi pandemic ini, dimana ada sejuta alasan hampir menjadi pembenaran untuk tidak terus melangkah. Tapi karena tekad dan keinginan yang kuat untuk melakukan perubahan yang lebih baik, dengan harapan anak-anak akan merasa bangga karena telah berkarya dan berprestasi, mengangkat nama sekolah di kancah nasional,  menunjukan bahwa dalam masa pandemic pun kita masih bisa berkarya dan berprestasi, akhirnya semua hambatan itu bisa teratasi, kami mampu menerbitkan dua buah buku antologi puisi yang berjudul ‘ Pandemi Tak Bertepi dan Aku Kartini Masa Kini”. Dan SMK fauzan menjadi Sekolah aktif Literasi Nasional. Dan kini saya pun terpilih sebagai Kandidat Sosialisator Program Literasi Nasional. Berharap lewat program SPLN ini saya bisa menebarkan kebaikan, berbagi pengalaman positif, memberi motivasi dan menginspirasi kepada siswa-siswi dan terlebih kepada guru-guru untuk bersama-sama mengembangkan literasi di daerah dan sekolah-sekolah dengan membudayakan membaca dan menulis.

                       Pendaftar SPLN ini ternyata banyak luar biasa. 3000 orang pegiat literasi ini bersaing dan berjuang untuk terpilih menjadi 100 SPLN terbaik, dimana seleksi pemilihan SPLN ini dilaksanakan secara online. Para pendaftar akan diseleksi dalam 3 tahap yaitu tahap administrasi yang akan dipilih 1000 orang, kemudian tahap test pengetahuan online akan dipilih 500 orang dan menjadi kandidat SPLN yang akan diseleksi lagi menjadi 100 SPLN pada saat mereka terjun ke lapangan, siapa yang paling banyak mengajak sekolah dalam program GSMBI ini, maka mereka masuk kriteria untuk menjadi 100 SPLN.  Setelah mendapatkan berkas-berkas pendukung pada tanggal 7 Juni 2021, barulah saya merasa resmi telah menjadi kandidat SPL Nasional. Semua berkas-berkas yang dikirim oleh panitia, saya unduh dan saya cetak, tapi tak lantas saya langsung terjun ke lapangan untuk sosialisasi, saya pelajari dulu satu persatu berkas, lalu menyusun rencana, langkah apa yang harus dilakukan terlebih dahulu.

                       Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat daftar guru atau kepala sekolah yang saya kenal, saya catat alamat dan nomor telponnya agar lebih mudah berkomunikasi. Kemudian satu persatu saya hubungi  mereka, dan saya sampaikan bahwa saya punya Program Literasi Gerakan Sekolah Menulis Buku, dan saya mohon waktu untuk bisa bersilaturahmi ke sekolah untuk menjelaskan dan membahas lebih detail tentang program ini, Tapi kondisi pandemic corona ini cukup menyulitkan ruang gerak saya, karena hampir  semua guru dan kepala sekolah tidak datang ke sekolah dengan alasan daring, dan semua guru sedang sibuk memandu siswa ujian dan setelah ini sibuk mengisi nilai raport. Penolakan ini tak lantas membuat saya kendor, di satu sisi hal ini memberi dampak positif, karena saat saya datang ke sekolah-sekolah, guru dan kepala sekolah ada di tempat sibuk memandu ujian atau sibuk pengisian raport. Pemaksaan secara halus untuk bisa bertemu, akhirnya meluluhkan hati mereka, dan mereka menyediakan waktu serta mempersilakan saya datang ke sekolah untuk bertemu.

SMAN I Sukanegara adalah sekolah pertama yang saya hubungi, karena kebetulan kepala sekolahnya adalah guru saya saat saya masih duduk di bangku SMA. Berhubung sekolah beliau jauh dari tempat tinggal saya, kurang lebih 4-5 jam perjalanan maka saya memutuskan untuk tidak berkunjung langsung ke sekolahnya, tapi memberikan penjelasan dan ajakan secara online yaitu lewat chatting di wa dan telepon. Beliau sangat bahagia mendengar saya sedang menekuni dunia menulis dan menjadi kandidat sosialistor untuk mengembangkan literasi di daerah.  Beliau sangat mendukung dan berharap banyak bahwa saya bisa membawa perubahan yang lebih baik di dunia pendidikan dan menginspirasi siswa serta guru-guru untuk bisa bertindak sama dan nyata.  Alhamdulillah saat saya memperkenalkan program Gerakan Sekolah Menulis Buku sambutannya sangat luar biasa dan beliau antusias sekali untuk bergabung  dan langsung menyatakan untuk ikut serta walau ada sedikit hambatan, bagaimana caranya agar anak-anak mau menulis puisi karena kondisi anak-anak di kampung sangat berbeda dengan anak-anak di kota, daya minat baca dan menulis yang sangat kurang sekali, terlebih dengan belajar jarak jauh, semakin menjauhkan anak dari buku. Permasalahan yang sama pun muncul di beberapa sekolah yang saya kunjungi. Terlebih sekolah-sekolah swasta yang berada di pelosok yang belum banyak berkembang yang memang saya prioritaskan untuk bisa bergabung di program ini, agar siswa dan guru di sekolah pelosok bisa terpacu berkarya dan berprestasi sehingga bisa lebih semangat meningkatkan dan memajukan sekolahnya serta melahirkan siswa-siswa dan guru yang berkualitas, yang tak kalah hebatnya dengan sekolah-sekolah di kota.  Karena kompetisi itu ibarat memacu adrenalin yang bisa membangkitkan semangat lagi untuk bersaing mengejar mimpi.

 Semua sekolah yang saya kunjungi menerima dan merespon cukup baik dan sangat antusias sekali mendengar paparan Gerakan Sekolah menulis Buku ini, dan tertarik untuk ikut, tapi lagi-lagi alasan yang sama menjadi kendala. Waktu yang tidak tepat karena bertepatan dengan ujian kenaikan kelas, pelaksanaan wisuda kelas akhir, sibuk penerimaan murid baru, sehingga sulit mengumpulkan siswa 50 orang untuk menulis, semua guru sedang sibuk, sehingga sulit menunjuk satu guru koordinator, dana untuk pendaftaran belum siap karena sedang mebiayai semua kegiatan tersebut diatas, tidak semua anak punya handphone yang memadai. Alasan-alasan itulah yang membuat mereka berhenti melangkah dan tidak berani berjuang, sehingga kata-kata yang keluar pun terkesan pesimis dan tidak percaya diri dan seperti kehilangan harapan. Saya pun tak bisa memaksa, cukup tersenyum dan menghela napas panjang dan terus berusaha memberi motivasi dan meyakinkan bahwa jika kita punya keinginan yang kuat, maka akan ada seribu satu jalan menuju Roma. Jadikan hambatan dan rintangan itu sebagai pemacu semangat karena tugas kita sebagai guru adalah memperkecil hambatan dan mencari solusi dari setiap permasalahan yang datang, agar siswa tak berhenti belajar dan berkreasi.  Saya pun berbagi pengalaman pribadi tentang perjuangan saya di GSMBI 2021, dengan harapan mereka bisa lebih termotivasi dan mengubah pikiran mereka.

 Bahwa saya pun mengajar di sekolah pelosok, di mana siswa-siswanya berasal dari keluarga tidak mampu, sekolah kami tidak memungut biaya alias gratis, minat belajar, membaca dan menulis yang sangat kurang sekali menjadi tantangan tersendiri, terlebih ketika saya ingin mendaftar Gerakan Menulis Buku dalam waktu yang sangat singkat karena pada saat saya mengetahui informasi ini, cuma beberapa minggu menuju deadline. Tapi hal itu tidak membuat saya mundur dan putus asa, tetapi membuat saya tambah semangat untuk mendafttar dengan merogoh kocek sendiri, karena saya tahu saya tidak mungkin memungut iuran sebesar itu kepada mereka. Anak-anak diberi tugas menulis puisi dengan sedikit penekanan dan memberi harapan, bahwa puisi yang bagus akan dibukukan juga akan dilombakan di tingkat nasional, bila kalian menang, kalian akan mendapat piala, piagam penghargaan dan uang pembinaan. Semua penulis pun akan mendapat piagam penghargaan sebagai Penulis Nasional, dan banyak lagi manfaat yang didapat. Yang terpenting adalah membuat bangga keluarga dan sekolah, karena dengan menulis kalian sudah menciptakan sejarah dan bekerja untuk keabadian.” Semangat itulah yang saya bagi kepada para siswa dan kepada guru-guru saat melakukan kunjungan ke sekolah dan Alhamdulilah cukup mampu mengubah pikiran bapak ibu guru seketika hingga beliau-beliau menyatakan tertarik dan siap bergabung. Alhamdulillah.

                Dua minggu perjuangan di lapangan, dan telah mengunjungi 20 sekolah di Cianjur memberi pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga, walau tidak banyak sekolah yang mendaftar dan membayar di rentang waktu yang ditentukan yaitu 25 Juni, tak membuat saya patah semangat dan putus harapan. Jika saya terpilih jadi 100 SPLN, saya akan berusaha lebih baik lagi.  Dan Alhamdulillah, pada tanggal 30 Juni 2021, setelah beberapa hari tidak bisa tidur, menunggu pengumuman dengan cemas, akhirnya saya terpilih sebagai salah satu dari 88 SPLN terpilih 2021. Suatu karunia dan anugrah yang tak terhingga, Allah telah membuat mimpi saya menjadi nyata.  Semoga dengan rentang waktu tugas yang diberikan selama 3 bulan, akan banyak sekolah-sekolah yang bergabung dan Allah melancarkan serta memberi keberkahan juga kesuksesan kepada semua SPLN terpilih dalam menjalankan amanah ini.  Aamiin YRA.  Karena Sang Penyala Tak Pernah Padam, Ia akan selalu Berkobar

Nia Rohania – Cianjur

SPLN 2156

Artikel Terkait