Buku adalah jendela dunia, dan satu – satunya cara untuk membukanya adalah dengan membaca buku. Membaca buku dapat menambah wawasan yang kita miliki dalam menghadapi persoalan hidup. Manusia akan semakin survive menghadapi badai kehidupan yang menghampirinya.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu siswa saya yang sukses mengubah kehidupannya yang tidak dilengkapi kasih sayang seorang ayah menjadi anak sukses dalam hidupnya karena rajin membaca buku. Dia mengatakan bahwa” buku adalah tempat imajinasi dan wahana yang menyenangkan”. Baginya setiap buku memiliki “hidden message” nya sendiri serta mengandung emosi yang beragam. Pada awalnya membaca memang harus dipaksa bukan hanya menunggu anjuran. Semua buku wajib dibaca bukan hanya sebatas buku pelajaran ataupun cerita fiksi. Buku-buku tentang hack mindset, panduan masak bahkan menanam bunga wajib dibaca. Dengan membaca buku berbagai genre akan membentuk pola pikir menuju pribadi yang berkarakter tangguh dan inovatif.
Jika memahami komitmen siswa saya diatas, jadi teringat dengan kisah hidup Pak Andi F Noya yang memiliki dendam terhadap kemiskinan semasa kecil. Beliau tidak bisa membeli buku. Sehingga saat dewasa, beliau sering membagi – bagikan buku secara gratis sebagai pelampiasan dendamnya. Begitu cintanya beliau dengan buku, karena dengan buku lah, cerita inspiratifnya dimulai. Baginya buku adalah pemantik dirinya untuk berpikir lebih kreatif dalam menghadapi permasalahan hidup.
Pak Andy F Noya yang mengawali inspirasi kehidupannya dengan membaca buku Prakarya. Dari buku tersebut beliau mampu membuat prakarya yang berbeda dari kebiasaan teman dan gurunya. Kepercayaan diri beliau terbangun dari kegemarannya membaca buku yang berlanjut menuangkan gagasannya dalam bentuk gambar dan tulisan. Hingga akhirnya beliau mampu menjadi Pemimpin redaksi Perusahaan ternama walaupun cerita hidupnya penuh intrik kesedihan. Namun buku membawa kebaikan bagi kesuksesan hidupnya. Inilah hebatnya skenario Tuhan.
Kebaikan itu adalah buku. Tugas kita sekarang adalah bagaimana cara kita menyampaikan nya kepada penerus bangsa ini. Bagi saya yang berprofesi sebagai seorang guru sekaligus Sosialisator Penggerak Literasi Nyalanesia memajukan literasi tidak hanya di lingkup sekolah saya sendiri tapi merupakan panggilan jiwa untuk turut menyebarkan literasi di sekolah lain terutama di daerah saya, Kabupaten Lumajang. Literasi bukan hanya sekedar membaca karena membaca akan lebih bermakna jika diimbangi dengan kreativitas menulis. Sengatan literasi itu harus diperjuangkan untuk naik ke level berikutnya yaitu menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Jenis tulisan bisa dibuktikan dalam bentuk berbagai genre tulisan seperti puisi, cerpen, artikel, novel, esai, opini dan lain – lain. Tidak ada alasan untuk mengurungkan niat menulis hanya karena tidak berbakat. Semakin banyak membaca dan semakin banyak yang kita tulis akan melatih stimulus berpikir kita untuk lebih kreatif dan menginspirasi orang lain.
Saya sepakat dengan Pak Andy bahwa menjadi guru di era milenial tidaklah mudah. Kita dituntut untuk mendidik anak yang berbeda zaman saat kita bersekolah dulu yang tidak mengenal candu yang bernama “android”. Bagi mereka generasi milenial, bermain HP akan lebih menyenangkan daripada membaca dan menulis. Seorang guru di zaman milenial harus mampu mengasah kemampuan di bidang IT untuk mengimbangi kemampuan siswa dan mengajak mereka giat membaca dan menulis.
Menjadi guru dan penggerak literasi adalah dua hal yang saling melengkapi, walaupun kenyataannya tidak mudah menjalankan keduanya secara seimbang. Menurut Pak Bukik Setiawan, ”penggerak perubahan adalah mereka yang melakukan hal tidak biasa, konsisten bahkan sampai disebut “gila” dan terus bergerak hingga terbukti memberi dampak nyata.” Diabaikan, ditertawakan, dikritik adalah beberapa hal yang terlalu sering diterima oleh seorang penggerak yang berkomitmen membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Namun misi perubahan akan diterima apabila seorang penggerak mampu menghargai kesulitan orang lain, melihat kesulitan sebagai peluang, fokus pada pengalaman berhasil, bercita – cita tinggi dan berubah bertahap serta berani menghitung resiko.
Di tahun kedua saya menjadi SPL ini saya berharap semakin banyak sekolah yang menyadari arti pentingnya literasi sebagai ruh keilmuan yang didapatkan peserta didik di sekolah. Kepercayaan diri akan tergambar di wajah penerus bangsa kita setelah mereka sukses membuat sebuah karya. Melalui Nyalanesia saya berharap semangat membaca dan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan menjadi sebuah buku akan tetap terpelihara dan menghantarkan mereka menjadi penerus bangsa pemegang estafet masa depan menuju Indonesia Emas 2045.
Walaupun terkadang tak mudah menjalani dua profesi sekaligus, menjadi guru dan SPL Nyalanesia 2021. Saya harus pandai membagi waktu menjalankan kewajiban saya sebagai seorang guru dan memenuhi panggilan jiwa sebagai penggerak literasi. Namun dengan Nyalanesia, saya siap menghadapi tantangan yang akan saya hadapi.
Terus melangkah menyalakan literasi, Semangat Berkarya Membangun Bangsa!