Hari pertama, melaksanakan Uji Penerjunan selaku KSPL Nasional 2021, serasa memasuki medan tugas yang baru. Di hari pertama, saya bertemu denga ibu Gertrudis Gelole, S.Pd, kepala SD Inpres 2 Waikomo, Lembata, NTT. Banyak hal dikisahkannya, mulai dari guru yang baru mempresentasikan karya Penelitian Tindakan Kelas (PTK), juga karya siswa berupa puisi yang dipajang di mading sekolah.
Saya menunjukkan kartu nama dan surat tugas yang saya bawa, sembari memberi petunjuk agar ia bisa mengisi bagian yang perlu diisinya sebagai bentuk legalisasi atas kunjungan saya untuk melakukan sosialisasi. Saya mengawali sosialisasi dengan mengatakan, GSMB Nasional merupakan sebuah ruang kolaboratif untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan menulis dari para siswa dan para guru.
GSMB Nasional sebagai ruang perwujudan kreativitas menulis ini, menyasar sekolah jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK yang mengakomodir beberapa kategori, seperti puisi dan pantun untuk SD, puisi dan cerpen untuk SMP dan SMA. Sedangkan kategori puisi dan artikel berlaku untuk guru semua jenjang. Langkah pertama adalah sekolah menentukan koordinator yang bertugas mendaftar, mengumpulkan karya dan mengirim karya untuk dilombahkan.
Dalam sosialisasi ini, saya menegaskan bahwa GSMB Nasional, selain sebagai media kerja sama kreatif di bidang menulis, tetapi juga ruang yang prestatif dan kompetitif. Sebagai ruang kerja sama kreatif, sekolah menentukan kategori karya untuk siswa atau guru. Prestatif dan kompetitif karena setelah karya-karya disiapkan, diverifikasi dan dikirim untuk dilombahkan.
Setiap kategori minimal 50 karya per sekolah. Karya-karya tersebut, akan dilombahkan di tingkat sekolah dan nasional. Akhir dari kompetisi ini, karya para siswa dan guru diterbitkan menjadi buku ber-ISBN. Buku yang telah dicetak, dikirim ke sekolah sesuai jumlah karya yang dikirim. Saya juga mensosialisasikan program Nyalanesia lainnya seperti Nyala, Pengembangan Website Literasi Sekolah, Bantuan Pengembangan Literasi Sekolah, Akademika Litera, Akademisi Menulis Buku, Penggerak Literasi Daerah dan program SPL Nasional pun saya jelaskan.
Memasuki hari kedua uji penerjunan, saat mentari belum menampakkan sinarnya di ufuk timur, telpon seluler saya berdering. Fransiskus Terong, nama itu muncul di layar handphone saya. Ia seorang kepala sekolah, di sebuah sekolah dasar di Lembata. Ia meminta, agar datang ke sekolahnya memberikan sosialisasi kepada para guru tentang program GSMB Nasional, berhubung pagi itu, semua guru hadir mengikuti rapat penentuan kenaikan kelas.
Usai sosialisasi, saya mohon pamit dan langsung menuju ke sekolah untuk mengawas ujian sesi kedua. Siang itu juga, saya telah bersepakat dengan pak Hatman Pa’Mudin, S.Pd.I., kepala sekolah MIN 1 Lembaat bertemu Kepala Seksi Pendidikan Islam, Abd. Rauf Afwa, S.Ag., di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata.
Di hadapan Kasie Pendis, saya menjelaskan secara detail program Nyalanesia, terutama GSMB Nasional. Kasie Pendis begitu terpukau. Ia memastikan bahwa pada Tahun Ajaran Baru, saya wajib datangi madrasah untuk mensosialisasikan program Nyalanesia kepada para guru dan siswa. Hati saya berbalut kegembiraan dan sukacita, meski fisik didera aktivitas yang melelahkan.
Meskipun disibukkan dengan analisis nilai, persiapan rapat nilai dan pembagian rapor, tak menyurutkan niat saya untuk mendatangi sekolah yang telah saya hubungi kepala sekolahnya. SDK 2 Lewoleba-Lembata menjadi sekolah keempat yang saya sambangi. Kesabaran teruji karena menjelang libur, para guru disibukkan dengan persiapan pembagian rapor. Namun, harapan agar diberi waktu 20 menit untuk mensosialisasikan Gerakan Nyalanesia dan GSMB Nasional terjawab.
Dengan lugas, cermat dan detail, saya memaparkan program GSMB Nasional dengan tuntas, sehingga mampu pupuskan kepenatan yang mendera kepala sekolah dan para guru. Saya mengamati bahwa GSMB Nasional merupakan sebuah solusi yang tepat, di tengah kesulitan para guru dan para siswa mendapatkan akses menerbitkan karya berbentuk buku. Suasana sosialisasi berlangsung dengan sangat lancar dan bersahabat.
Beda hari, beda tantangan. Setelah berkali-kali membangun komunikasi via WhatsApp dan Facebook, Ibu Lusia Gelu, S.Pd, kepala sekolah SDK 1 St. Tarsisius Lewoleba-Lembata, memenuhi permintaan saya. Saya datang ke sekolahnya dan meminta diberi waktu 20 menit usai rapat nilai. Saya rela menunggu hingga 1.5 jam, demi mendapatkan kesempatan sosialisasi program Nyalanesia dan GSMB Nasional.
Kesempatan berikutnya, saya harus turun ke desa setelah berkomunikasi intens dengan Silvinus Letu, S.Pd.SD., kepala sekolah SD Inpres Napor Kalikasa, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata. Sebagai Ketua Gugus, ia menepati janjinya dengan mengundang 4 (empat) kepala sekolah di lingkup gugus yang dipimpinnya. Saya semakin semangat meski harus melewati infrastruktur jalan yang cukup memprihatikan.
Semangat semakin membara, saat menyimak sambutan dari Ketua Gugus. “Jika di kota terpencil Libanon, Kahlil Gibran bisa menghasilkan karya-karya besar yang bisa dinikmati lintas generasi hingga generasi sekarang. Demikian juga kita, kini dan di sini, meski jauh dari suasana kota metropolitan bahkan sedang dalam masa pandemi covid-19 tetapi, kita mesti bisa menghasilkan karya-karya besar seperti yang dibuat Kahlil Gibran di Libanon,” ujar Silvinus.
Ketika waktu untuk sosialisasi mulai, saya kembali menegaskan, karya besar akan tetap lahir dalam kondisi terdesak bahkan terancam sekalipun, jika ada dukungan dan kerja sama para pihak untuk membangun konsensus bersama. Dalam kesempatan sosialisasi tersebut, saya juga memotivasi para guru dan kepala sekolah untuk tidak hanya mengajar dan mengejar nilai tetapi sebaliknya menebar inspirasi dan menjadi teladan.
Setelah perjalanan pulang dari desa yang melelahkan, keesokan harinya, saya memilih menyambangi dua sekolah yakni SMP St. Don Bosco Lewoleba dan SMP St. Pius X Lewoleba. Menariknya strategi yang saya terapkan untuk menyambangi kedua sekolah ini boleh dikatakan unik. Misalnya, SMP St. Pius X Lewoleba, saya hubungi kepala sekolahnya, tetapi ia meminta agar sosialisasi dilakukan di tahun ajaran baru.
Komunikasi tidak berhenti di sini. Saya masih menawarkan solusi. Saya meminta kepala sekolah agar merekomendasikan seorang guru dari dua nama yang saya ajukan. Hasilnya, kepala sekolah merekomendasikan pak Bernardus Vianey Tolok, S.Fil salah satu guru penulis yang mengampuh mapel PKn untuk saya temui. Saya pun menemuinya dan melakukan sosialisasi empat mata.
Sementara itu, kisah mendatangi SMP St. Don Bosco Lewoleba, juga menjadi sebuah pengalaman unik karena ketika menyambangi sekolah ini, saya bahkan tidak melakukan komunikasi sebelumnya. Namun, saya diterima dengan baik dan mensosialisaikan program GSMB Nasional dengan tuntas. Bahkan saya dijanjikan untuk mensosialisasikan kepada semua guru, saat raker di tahun ajaran baru.
Keesokan harinya, saya menghubungi pak Simplisius Chandri Kia, S.Pd, kepala sekolah SMAAK St. Yakobus Rasul. Saat tiba di sekolah, saya disambut oleh wakil kepala sekolah, pak Rikardus Kedong, S.Pd. Respon yang sangat baik dimana, para guru diarahkan untuk berkumpul di ruang guru. Saya pun diberi kesempatan memaparkan program Nayalanesia dan GSMB Nasional dengan sangat waktu yang sangat cukup.
Hari berikutnya, tibalah giliran bagi SD Negeri Pada yang terletak di desa Pada, Kabupaten Lembata. Sosialisasi dapat saya lakukan karena saya telah berkomunikasi dengan ibu Veronika Ose, S.Pd selaku kepala sekolah. Ketika saya tiba di sekolah, kepala sekolah bersama para guru telah siap untuk mengikuti sosialisasi GSMB Nasional.
Di sekolah ini, saya dapatkan yang luar biasa dari kepala sekolah dan para guru. GSMB Nasional, benar-benar menjadi oase di padang gurun pendidikan. “Selama ini para guru sulit mendapatkan akses menerbitkan buku, tetapi hari ini kami boleh didatangi langsung pak Albert selaku KSPL Nasional 2021,” ujar Veronika.
Sembari menyiapkan diri menghubungi sekolah lain, pak Fransiskus B. Kedang Kaona, S.Fil, kepala sekolah SMP Negeri Tujuh Maret Hadakewa-Lembata menelpon saya dan meminta saya agar melakukan sosialisasi di sekolahnya. Kesempatan ini saya jawab dengan mendatangi sekolah meski letak sekolah jauh dari tempat saya berdomisili.
Hari Minggu sebagai hari istirahat, tidak bagi saya. Meski sibuk acara keluarga, saya masih membangun komunikasi dengan ibu Yustina Luku, S.Pd, kepala sekolah SMP Negeri 2 Nubatukan dan pak Benediktus Boli, S.Pd, kepala sekolah SMAS PGRI Swasthika Lewoleba. Saya bangga karena masih diberi kesempatan untuk melakukan sosialisasi di kedua sekolah ini meski para guru sibuk pembagian rapor dan mewujudkan liburan keluarga.
Saya berharap, bapak/ibu kepala sekolah tidak merasa nyaman dengan jabatannya, tetapi membuka diri untuk melihat potensi yang ada dalam diri siswa dan guru, sembari mengambil langkah tepat untuk mengaktualisasikannya. Semoga emas batangan tidak selamanya emas batangan, tetapi oleh kejelian kepala sekolah, diolah jadi berbagai jenis hiasan agar mendatangkan daya tarik dan empati bagi sekolah.
Saya bangga bisa mengumpulkan sekian emas di antara tumpukan jerami. Saya menjemput uji penerjunan bukan sebagai beban, melainkan menyambutnya sebagai ruang mengaktualiasikan potensi diri saya. Semoga hasil yang sudah saya persembahkan dapat menginspirasi rekan-rekan KSPL 2021 dan seluruh Tim Nyalanesia-GSMB Nasional dan juga Tim Seleksi SPL Nasional. (*)