Literasi selama ini banyak yang mengartikannya sebatas pada kemampuan membaca, sehingga program literasi yang berjalan di sekolah sekolah selama ini masih terbatas pada kegiatan membaca lima belas menit sebelum pembelajaran, adanya program reading day dan tersedianya fasilitas reading corner di sekolah. Kegiatan ini otomatis banyak terhenti ketika siswa mengalami kejenuhan, apalagi di masa pandemi seperti saat ini pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (PJJ). Sudah seharusnya sekolah bisa lebih mengembangkan lierasinya tidak hanya sekedar membaca. Siswa dan guru selama ini belum terbiasa untuk menulis sebuah karya. Kalau toh ada jumlahnya masih sangat kecil. Kegiatan literasi di sekolah dalam bentuk karya biasanya hanya terpampang atau dibingkai pada majalah dinding yang secara periodik diganti untuk menampilkan karya siswa yang lain.
Sebenarnya banyak siswa dan guru yang potensial untuk dapat menghasilkan karya yang lebih bermakna. Karya literasi yang lebih bermakna adalah ketika karya tersebut dapat diwujudkan dalam sebuah buku, apalagi buku yang ber-ISBN. Akan tetapi banyak guru yang belum tahu bagaimana proses untuk menerbitkan buku. Berapa biaya yang harus dikeluarkan dan ketentuan apa yang harus dipenuhi oleh penulis agar bukunya dapat diterbitkan.
Ketika itu saya secara tidak sengaja mendapat informasi tentang program Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB). Rupanya inilah salah satu jawaban atas beberapa pertanyaan di atas. Apalagi dengan adanya rekruitmen Kandidat Sosialisator Program Literasi (KSPL) 2021, yang salah satu misinya adalah mensosialisasikan program GSMB. Saya coba untuk mengikuti tahap demi tahap untuk menjadi KSPL. Rasanya seperti mengikuti audisi yang penuh harap-harap cemas ketika pesertanya sampai menembus angka tiga ribuan, kemudian diperas menjadi seribu dan lima ratus. Lima ratus besar inilah yang ahirnya mengikuti uji penerjunan.
Dalam uji penerjunan inilah saya mencoba menawarkan solusi bagi sekolah dalam mengembangkan platform literasinya, sekaligus bagaimana siswa dan guru dapat terfasilitasi dalam menerbitkan sebuah karya dalam bentuk buku. Ya, Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) adalah jawabannya. Saya mencoba untuk mensosialisasikan program tersebut mulai dari instansi yang terkait, yaitu Dinas Pendidikan (Disdik) kabupaten Kebumen, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Dissarpus) Kabupaten Kebumen. Ternyata kedua instansi tersebut responsif dan memberikan saya rekomendasi untuk melakukan sosialisasi GSMB ke sekolah-sekolah dan komunitas literasi yang ada di Kabupaten Kebumen.
Jujur saja kegiatan sosialisasi ke sekolah-sekolah bukan hal sulit bagi saya karena sejalan dengan tugas sehari-hari. Beberapa hal yang menjadi kendala adalah situasi pandemic covid-19 di Kabupaten Kebumen, timing sosialisasi yang begitu terbatas serta kebetulan padatnya kegiatan di sekolah. Sementara tugas pokok kedinasan saya juga cukup padat pada bulan Juni. Tapi karena program literasi merupakan program penting dan mendukung kompetensi siswa, di sela sela tugas pokok, saya tetap mencoba sosialisasi baik melalui kunjungan langsung ke sekolah maupun sosialisasi secara daring melalui chating WA maupun telpon langsung. Alhamdulillah respon sekolah sangat bagus dan menerima baik, walau belum semua sekolah bisa berpartisipasi karena terbentur beberapa hal, antara lain dana. Saya memang tidak mengharuskan sekolah harus ikut, tapi sekedar memberi alternatif solusi bagi sekolah yang akan mengembangkan platform literasinya dan membantu memfasilitasi siswa dan guru dalam membukukan karyanya.
Literasi ibarat secercah cahaya yang akan menerangi remangnya jalan yang ditempuh siswa dalam menggapai cita citanya.
Literasi juga akan membantu siswa dalam belajar menyelesaikan persoalan persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan literasi juga diharapkan dapat menumbuhkan karakter karakter positif dan budi pekerti siswa. Ketika siswa dan guru bisa berkarya nyata dalam berliterasi itu menunjukkan bahwa literasi di sekolah sudah mencapai setahap lebih maju dan lebih bermakna. Buku itu akan menjadi kenangan tersendiri bagi siswa dan guru karena di dalamnya ada hasil karya asli dirinya.
Lika-liku dalam sosialisasi program GSMB adalah kenangan bagaimana berkolaborasi dengan guru, kepala sekolah dalam upaya mengembangakan literasi. Berkolaborasi, berdiskusi dalam rangka menyamakan persepsi, bahwa betapa pentingnya arti sebuah literasi. Menggerakan siswa dan guru untuk berliterasi nyata adalah sebuah kebanggaan. Goreasan pena tangan tangan mungil siswa ketika merangkai kata puitis memberikan harapan baru bahwa mereka sebenarnya mampu untuk berkarya.
Sosialisasi literasi belumlah terhenti ketika uji penerjunan KSPL telah usai. Literasi harus kita gaungkan terus sampai bisa menjadi sebuah budaya.
Literasi selalu ada di dalam hati. Salam literasi!